Rabu, 25 November 2009

Intermezzo: Cynical World

By Luz B

here we stand in ravishing rain
joy is like pain
it feels like a miracle
you can't turn back, you're in chains
never again
return from a cynical world

~Yuki Kajiura, Cynical World


Menjadi seorang sinis itu sangatlah asyik, saudara-saudara. Jika kita melakukan interpretasi atas penggalan lirik lagu yang kukutip diatas, sekali anda menemukan esensi yang diperlukan untuk menjadi sinis, anda tidak akan bisa kembali manis. Jika seorang pemikir pernah berkata agama adalah candu masyarakat, aku akan menambahi bahwa sinisme adalah candu individu.

(Mendadak terdengar pembaca blog serempak berteriak, “Om Puuurrrr! Mampus deh, kenapa sih dikau terima anak sok filosofis ini? Tiadakah karyawan yang lebih baik?”)

Dan dari tangan-tangan mereka mulai terlontar tomat-tomat ranum.

Baik. Demi keselamatan jaket Burberrys berlabel made in China kesayanganku, ada baiknya kita to the point saja. Yang mau kukatakan adalah bahwa sinisme bukan perwujudan kebencian, walau tidak bisa disangkal bahwa orang-orang sinis seringkali dibenci. Terbukti, ketika Sabtu lalu aku mengunjungi Gramedia Plaza Semanggi, aku benar-benar kaget—dan dengan berani mengakui, sangat, sangat senang--melihat sebuah buku dipajang di rak terbitan baru.

Judulnya? Garuda 5: Utusan Iblis, oleh FA Purawan.

Yep. Itu nggak salah tulis, wahai saudara-saudari segala agama dan agami. Silakan ambil time out 5 menit untuk kaget, bersorak, memuji Tuhan, bersujud diiringi lagu religi paling gress, dan mengucapkan selamat kepada bos Blog Fikfanindo, sebelum lanjut membaca tulisan ini.

Begitu senangnya, aku langsung beli buku itu. Padahal, mereka yang mengikuti thread Fiksi Fantasi Dalam Negeri di Forum Lautan Indonesia barangkali tahu bahwa aku pernah membuat review draft original buku tersebut, yang berjudul Pendekar Garuda.

Ini cuplikan pendapatku…

Terkait dengan itu, aku merasa yang kukutip di atas adalah empat monolog sinetron yang dimunculkan sebagai perpanjangan mulut pengarang untuk mempersembahkan iklan layanan masyarakat mengenai isi kitab lontar. Narasi disamarkan jadi lisan karakter dengan cara naroh tanda kutip di depannya.

Ketahuaaaan banget, kayak Ade Rai nyoba nyamar jadi Dewi Perssik dengan nyumpel dada dan pantat pake karung beras.

Satu lagi…

Kasus yang sama juga dengan hubungan Jaka-Prasti yang bikin aku pengen goyang Mulan Jameela. Sumpah, Jaka barangkali adalah Makhluk Tuhan yang Paling Oon. sebagai ketua OSIS dia itu goblok banget sih.

Dan yang paling parah…

To sum it up, masalahku dengan PG adalah:

Karakter kadang kelihatan banget menjadi perpanjangan mulut pengarang...

...dan mereka memiliki motif yang basi...

...atau membicarakan filosofi yang dangkal, menyebabkan...

...tangan pengarang kelihatan banget ngarahin para karakter, yang

...membuat cerita jadi sangat tidak seru. Even the battle narration didn’t save this one, because...

...boros katanya itu membunuh excitement yang seharusnya terkandung di dalam narasi pertarungan!

As you can see, sama sekali nggak manis. Tapi balik ke permasalahan: mengapa, anehnya, despite all my cynicism, ketika melihat buku ini terbit aku justru pingin ke tempat ajeb-ajeb untuk berpestapora merayakan kelahiran para pendekar garuda ini?

Kemungkinan pertama, tentu saja: I am a deranged witch with a taste for sadomasochism. Barangkali ada orang-orang yang merasa perlu mengganti "w" dengan "b", but I don't really mind, because, too bad for them, I'm not their witch.

Terbitnya suatu buku sekalipun sudah dikritik ancur-ancuran seperti ini adalah bentuk bantahan, setidaknya secara parsial. Terlepas dari benar-tidaknya pendapat yang kulontarkan, bantahan adalah penentangan, suatu serangan balik. Dan kalau ada orang yang senang diserang (dan menyerang), itu gejala apa coba kalau bukan sadomasokhisme?

Kemungkinan kedua, melihat Garuda 5 terbit memberiku harapan. Naskah 699 halaman, dari penulis baru, dan ada yang berani menerbitkan? Ada juga penerbit yang segitu gilanya, yak? Kalau begitu, berarti naskahku juga pasti ada jodohnya diluar sana dong?

Dan yang ketiga, seperti apapun aku iri pada mereka yang naskahnya sudah mendapat jodoh, dan bagaimanapun rasa iri itu termanifestasi di dalam subjektivitas dan hinaanku, tetap saja ada kegembiraan melihat naskah milik teman keluar, dengan cover yang bagus, dan judul yang menurutku memuaskan selera oknum-oknum marketing tapi tidak sepenuhnya kehilangan rasa kependekarannya.

Apakah kepuasan itu lahir dari semangat kesetiakawanan? Ataukah itu murni cinta terhadap genre fiksi fantasi? Tidak, barangkali. Yang pertama terlalu mulia dan yang kedua terlalu sinetron. Sejujurnya aku juga sulit menjustifikasi kesenangan manis di dalam jiwa sinis ini. Tapi satu hal lagi yang pasti terjadi selain bahwa aku membeli buku itu adalah, aku semakin bersemangat mengerjakan naskah sendiri.

In other words, aku *uhukuhuk* berterima kasih *uhukuhuk* kepada Om Pur, selaku penulis Garuda 5, karena momen terbitnya Garuda 5 *uhukuhuk* memberi dorongan semangat *uhukuhuk* kepada jiwa sinis yang kadang fatalistis ini. *Gwaaaah~! Muntah darah dan masuk Rumah Sakit karena terlalu banyak bicara manis.*

Time out 5 menit untuk ambulans dan pertolongan pertama.

Nah, setelah aku sedikit pulih, barangkali bolehlah jika ada yang bertanya, semangat apa? Ya tentu saja, *dengan sinisme dan kengenye’an yang sudah kembali pol* semangat untuk membuat naskah yang bisa mengalahkan Garuda 5!

Oleh karena itu saudara-saudara sesama penulis setengah mateng, mari kita semua pesta, bersenang-senang, merayakan harapan yang dibawa Om Pur kepada kita. Dan setelahnya marilah kita menghargai dan menghormati pesan Om Pur di forum Fiksi Fantasi Dalam Negeri: mari kembali ke depan keyboard masing-masing, dan curahkan tenaga anda untuk melahirkan naskah yang lebih baik. Jika ada lagi naskah baru yang terbit, hargailah si penulis dengan berusaha melahirkan karya yang melampauinya, dengan demikian memperbesar dan memperkuat harapan itu setiap kali ada satu diantara buah perjuangan kita yang menemukan jodohnya.

Barangkali benar, seorang sinis sesungguhnya hanyalah seorang idealis yang kecewa.


Luz Balthasaar

11 komentar:

Anonim mengatakan...

Kalau istilahku, yang kaya gitu namanya sastramasochist, hehe.

Tapi sekali lagi selamat buat om Pur! Cuma I'm sorry banget nih. Sepertinya genre fantasi macam ini gak masuk ke seleraku. Huk huk.

Dah baca sekilas, ga sreg ama nama-namanya, label OSIS-nya, label 99 ribunya, dll. Kecuali kalo tiba-tiba ketiban durian montong. Hehe.

Yo! Semangat terus semua penulis fiksi fantasi Indonesia!

Salam, Heinz.

FA Purawan mengatakan...

@Luz,

It's been an honour... :) Kritikan-kritikan kamu membuat energi gue untuk memberbaiki naskah jadi berlipat ganda. Memang akibat deadline sudah mepet, sebagian materi kritik terpaksa kubiarkan apa adanya. Hehehe. Dan gue tetap percaya bahwa I have kept the best di buku Finalnya :)

Dan setelah gue baca dalam bentuk buku final, emang feelnya jadi beda dengan baca naskah word.

@Heinz, sudah baca sekilas apanya? Naskah Draft, Sinopsis, atau buka buku sekilas? Moga-moga segera ketiban durian montong, hehehe. Thanks beratz atas apresiasinya, anyway.

Salam

FA Pur

Anonim mengatakan...

Baca sinopsis ya. Baca kilat ya, di Gramedia. Ehm, tapi mungkin terlalu kilat kali ya?

Ehm mungkin nanti pas lagi libur banyak waktu luang, aku sempetin baca ga terlalu kilat. Sapa tau impresi berubah dan mendadak terhipnotis menaruh buku itu di rak kasir. Hehehehe.

Salam, Heinz.

aninalf mengatakan...

Wuah, saya termasuk yang skeptis. Gimanapun, kalo ntar nemu di Gramed, saya akan coba baca dan liat sendiri gimana hasil akhirnya.

Gimanapun, selamat buat om Pur!

Luz Balthasaar mengatakan...

@heinz: Sastramasochist...that's a good one ^^

@Om Pur: Berjuang Om. Soal materi kritik ga kepake, biar ajalah. Apa mau dikata deadline dah mepet banget. Anggap aja itu sebagai sedikit sumbangan ide buat PG2 >:3

@aminalf: begitulah. Gampang memang skeptis sama karya satu ini. Sebaiknya memang baca sendiri dan nilai sendiri. (baca: beli yak, wakakaka... >:3)


Luz B

FA Purawan mengatakan...

@Heinz, take your time, bro! Santai aja. Hehehe.

@Aninal, bahkan skeptik pun bukan berarti pesimis, banyak hal memang membutuhkan waktu (sok filosofis, hehehe). Apalagi, G5 memang gak sama dengan novel lain (iya lah, mana ada novel persis sama, wkwkwkwk). Gapapa, thanks atas apresiasinya :)

FA Pur

Villam mengatakan...

jangan lupa gratisannya buat gue ya... heheheheh...

FA Purawan mengatakan...

@Boss Villam, siip! BTW send me your post address dong, barangnya udah dateng nih :) Tau alamatnya dian, nggak?

Salam

Anonim mengatakan...

@Luz
Bone, ini apaan? review atau curhat? wkwkwkwk....

Kuro

Luz Balthasaar mengatakan...

@Kuro:

Setengah-setengah lah, hehe. Tujuannya aku nulis ini sekedar buat nyemangatin mereka yang masih nulis.

Contoh dan lampauilah Om kita, yang walau udah dimaki-maki kiri kanan atas bawah gag mundur nerbitin karyanya, dan dengan berani menyongsong apa yang disebut sebagai "karma penulis" wkwkkwkwkw...



Luz B

FA Purawan mengatakan...

@Luz,.. it's our destiny :P

@Kuro, someday, yg beneran nulis review full pasti nongol,.. wkwkwkwk