Data Buku
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Editor: -
Desain Sampul: Eduard Iwan Mangopang
Foto Sampul: (c) Momorad/ Shutterstock
Tebal: 433 halaman
BLOODLUST.
Vampir kembali menyerbu Semarang. Horaaay!
Horay untuk dua hal: bahwa petualangan Lang yang unik itu berlanjut lagi, dan bahwa finally, ada penulis fantasy yang bener-bener menepati janji sekuelnya! Ha ha ha.
Tapi emang bener. Baru kali inilah sebuah sekuel yang diniatkan, terwujud dalam kenyataan. Ini terhitung peristiwa spesial dalam genre Fantasy. Silakan liat sendiri deretan judul yang pernah direview Fikfanindo ke belakang. Nyaris semua sudah diplot atau diniatkan punya sekuel yang kabarnya ke laut aje. Dan itungan gue, baru serialnya mas Joko inilah yang berhasil menerbitkan sekuel tepat waktu.
(wait, sebelum dikomplain, Tanril 2 gak gue masukin itungan sebab statusnya baru setengah sekuel, hehehe. Bisa aja loe!)
Yeah emang aneh, banyak jabang-sekuel dengan alasan bisnis maupun kreativitas, masih belum mampu menghirup udara bebas. Jadi kemunculan BLOODLUST ini cukup patut dipuji, setidaknya dari konsistensi pengarang maupun penerbit dalam memenuhi target tenggang waktu dan komitmen mereka terhadap pembaca/ penggemar. Mo gimana lagi, hari gini komitmen udah jadi barang mahal. Dan siapapun yang berani menjalani komitmen, patut mendapatkan pujian.
BLOODLUST (BL) merupakan kelanjutan dari petualangan Lang yang telah berubah menjadi Vampir, di tengah kota Semarang yang telah pulih dari peristiwa "Geger Vampir" tujuh bulan sebelumnya (time-line MWAV 1). Dalam sekuelnya ini Lang menghadapi musuh baru sambil mengatasi masalah transformasi mentalnya sebagai vampir.
Tokoh-tokoh lama yang masih ikut bermain dalam cerita kali ini adalah Tamam, si wartawan sok Afro nge-bronx yang bicaranya paling norak sejagat; Svida, gadis putri boss yang pernah menolak cinta Lang, serta Princess, tokoh Vampir yang pernah jadi tokoh utama di MWAV 1.
Selebihnya panggung diisi dengan tokoh-tokoh baru: Tyas, seorang artis dari Jakarta, Wignyo, juragan yang terkait dengan masa lalu Lang, Bayu dan Sekar, anak Wignyo, serta seorang kakek sakti bernama mBah Dul.
Kehadiran tokoh-tokoh baru yang mendominasi panggung cerita ini menunjukkan bahwa plot MWAV sudah bergeser, memasuki ranah persoalan yang tidak bergitu terkait dengan novel sebelumnya. Setidaknya, hanya tokoh Lang (dan inner circle-nya aja) yang menjadi benang merah cerita. Persoalan Wignyo, sekalipun masih ada hubungan masa lalu dengan Lang, posisinya dalam bangunan plot sesungguhnya adalah sebagai cabang plot baru yang nggak ada kaitan dengan buku 1.
Lantas sebagai sekuel, apa yang menjadi missi novel ini? Mungkin lebih ke arah filosofis, kali ye? Ketara sekali pengarang dalam sekuel ini mencoba mengolah konflik batin yang lebih dalam pada diri Lang, saat dia mulai mempertanyakan posisimya sebagai manusia yang punya kekuatan vampir, atau vampir berwujud manusia. Kasus Wignyo juga seolah menguak luka lama, yang berfungsi sebagai ujian batin buat Lang. Lang menjadi sosok Blade-jawa dalam persimpangan, mo pertahankan atau kehilangan kemanusiaannya.
Juga ada pendalaman konflik batin Tamam (yo, masih gak aku harus nge-friend sama that fucking vampire bastard itu?), atau Svida (sial kenapa dulu kutolak, sekarang si Lang jadi cool banget dengan rambut berkibar-kibar, ooh). Yah, gitu deh.
Betapa suasana jadi serius setelah itu, bukan? Hehehe. Tak pelak, tone novel menjadi agak kebawa mood nya si Lang, sehingga alur pun nggak menjadi se adventurous buku pertama. Masih banyak adegan action, less sexual themes, tapi jadi gak semenggelegar buku 1. Wajar aja sih, ada saatnya serius, toh? Tapi tak urung saya juga jadi kurang bergairah terhadap sekuel ini. Mungkin karena ekspektasi saya adalah ekspansi konflik atau opponent yang semakin luas, bukannya pendalaman internal para tokoh (saja).
Di sini, memang ada pembaruan musuh, yaitu perpaduan antara vampirisme dengan ilmu kebatinan (pengorbanan 100 perawan) menghasilkan sesosok Vampir Super yang bahkan sulit dikalahkan oleh Lang sendiri. Tapi entah gimana, menurutku biarpun sakti mandraguna, lawan si Lang kali ini cuma just a regular villain. Keberadaannya buat gue nggak mampu menjadi driver cerita, mungkin juga kalah porsi dibanding konflik-mental nya si Lang sendiri.
Bahkan setting Semarang pun pada sekuel ini menjadi agak tawar. Masyarakat Semarang agaknya sudah merasa pulih dari serangan vampir tujuh bulan lalu sehingga semata mereka mengenangnya sebagai 'geger vampir'. Just like orang Jakarta secara kasual mengenang 'banjir 2002', misalnya. Seru untuk dikenang, tapi ada semacam keyakinan tak terucapkan bahwa bencana itu tidak akan datang untuk kedua kalinya. Masuk akal tidak, kalau perasaan yang sama berlaku untuk sebuah bencana serangan vampir? Rasanya gak make sense, kan?
Maka dalam sekuel ini sepertinya adegan si vampir Lang meloncat-loncat di atap mobil keramaian jalanan jadi sudah dianggap biasa ajah, tuh. Reaksi terhadap keberadaan vampir juga menjadi lebih tawar. Gimana, ya. Buat gue rasanya gak 'dapet' aja.
Tapi jangan jadi keliru menafsirkan. Secara kualitas penulisan, buku ini masih sebagus pendahulunya. Aksi hack 'n slash abis-abisan juga masih menjadi trade mark yang susah dicari lawannya, dan pastinya ditunggu oleh penggemar genre sejenis ini. Bahkan di halaman-halaman pertama juga sangat terasa excitement sebagai sekuel, saat membaca adegan-adegan yang me-reminiscence MWAV 1, sampai gue sempat komentar pada part action tertentu, "Yeah! Asyik! Mantap!" semacam itulah. So, ini masih cerita yang asyik. Sekedar trip yang dipilih oleh si pengarang aja yang kurang cocok buatku. Itu aja.
Dengan ending sebagaimana dipilih pengarang, juga tersusun konstelasi posisi karakter baru yang juga agak beda dengan buku 1, sebagai persiapan memasuki sekuel ketiga. Rasa-rasanya sih udah bisa ketebak apa yang bakalan terjadi di buku 3. Tapi siapa tahu, pengarang mengirim kejutan lain?
Komentar cover & layout? Masih seperti yang dulu. Alias kamseupay abis!
Moga-moga nih, sekuel ketiga terbit sesuai jadwal lagi.
Mas Joko, you memang tob markotob, dah!
FA Purawan
Vampir kembali menyerbu Semarang. Horaaay!
Horay untuk dua hal: bahwa petualangan Lang yang unik itu berlanjut lagi, dan bahwa finally, ada penulis fantasy yang bener-bener menepati janji sekuelnya! Ha ha ha.
Tapi emang bener. Baru kali inilah sebuah sekuel yang diniatkan, terwujud dalam kenyataan. Ini terhitung peristiwa spesial dalam genre Fantasy. Silakan liat sendiri deretan judul yang pernah direview Fikfanindo ke belakang. Nyaris semua sudah diplot atau diniatkan punya sekuel yang kabarnya ke laut aje. Dan itungan gue, baru serialnya mas Joko inilah yang berhasil menerbitkan sekuel tepat waktu.
(wait, sebelum dikomplain, Tanril 2 gak gue masukin itungan sebab statusnya baru setengah sekuel, hehehe. Bisa aja loe!)
Yeah emang aneh, banyak jabang-sekuel dengan alasan bisnis maupun kreativitas, masih belum mampu menghirup udara bebas. Jadi kemunculan BLOODLUST ini cukup patut dipuji, setidaknya dari konsistensi pengarang maupun penerbit dalam memenuhi target tenggang waktu dan komitmen mereka terhadap pembaca/ penggemar. Mo gimana lagi, hari gini komitmen udah jadi barang mahal. Dan siapapun yang berani menjalani komitmen, patut mendapatkan pujian.
BLOODLUST (BL) merupakan kelanjutan dari petualangan Lang yang telah berubah menjadi Vampir, di tengah kota Semarang yang telah pulih dari peristiwa "Geger Vampir" tujuh bulan sebelumnya (time-line MWAV 1). Dalam sekuelnya ini Lang menghadapi musuh baru sambil mengatasi masalah transformasi mentalnya sebagai vampir.
Tokoh-tokoh lama yang masih ikut bermain dalam cerita kali ini adalah Tamam, si wartawan sok Afro nge-bronx yang bicaranya paling norak sejagat; Svida, gadis putri boss yang pernah menolak cinta Lang, serta Princess, tokoh Vampir yang pernah jadi tokoh utama di MWAV 1.
Selebihnya panggung diisi dengan tokoh-tokoh baru: Tyas, seorang artis dari Jakarta, Wignyo, juragan yang terkait dengan masa lalu Lang, Bayu dan Sekar, anak Wignyo, serta seorang kakek sakti bernama mBah Dul.
Kehadiran tokoh-tokoh baru yang mendominasi panggung cerita ini menunjukkan bahwa plot MWAV sudah bergeser, memasuki ranah persoalan yang tidak bergitu terkait dengan novel sebelumnya. Setidaknya, hanya tokoh Lang (dan inner circle-nya aja) yang menjadi benang merah cerita. Persoalan Wignyo, sekalipun masih ada hubungan masa lalu dengan Lang, posisinya dalam bangunan plot sesungguhnya adalah sebagai cabang plot baru yang nggak ada kaitan dengan buku 1.
Lantas sebagai sekuel, apa yang menjadi missi novel ini? Mungkin lebih ke arah filosofis, kali ye? Ketara sekali pengarang dalam sekuel ini mencoba mengolah konflik batin yang lebih dalam pada diri Lang, saat dia mulai mempertanyakan posisimya sebagai manusia yang punya kekuatan vampir, atau vampir berwujud manusia. Kasus Wignyo juga seolah menguak luka lama, yang berfungsi sebagai ujian batin buat Lang. Lang menjadi sosok Blade-jawa dalam persimpangan, mo pertahankan atau kehilangan kemanusiaannya.
Juga ada pendalaman konflik batin Tamam (yo, masih gak aku harus nge-friend sama that fucking vampire bastard itu?), atau Svida (sial kenapa dulu kutolak, sekarang si Lang jadi cool banget dengan rambut berkibar-kibar, ooh). Yah, gitu deh.
Betapa suasana jadi serius setelah itu, bukan? Hehehe. Tak pelak, tone novel menjadi agak kebawa mood nya si Lang, sehingga alur pun nggak menjadi se adventurous buku pertama. Masih banyak adegan action, less sexual themes, tapi jadi gak semenggelegar buku 1. Wajar aja sih, ada saatnya serius, toh? Tapi tak urung saya juga jadi kurang bergairah terhadap sekuel ini. Mungkin karena ekspektasi saya adalah ekspansi konflik atau opponent yang semakin luas, bukannya pendalaman internal para tokoh (saja).
Di sini, memang ada pembaruan musuh, yaitu perpaduan antara vampirisme dengan ilmu kebatinan (pengorbanan 100 perawan) menghasilkan sesosok Vampir Super yang bahkan sulit dikalahkan oleh Lang sendiri. Tapi entah gimana, menurutku biarpun sakti mandraguna, lawan si Lang kali ini cuma just a regular villain. Keberadaannya buat gue nggak mampu menjadi driver cerita, mungkin juga kalah porsi dibanding konflik-mental nya si Lang sendiri.
Bahkan setting Semarang pun pada sekuel ini menjadi agak tawar. Masyarakat Semarang agaknya sudah merasa pulih dari serangan vampir tujuh bulan lalu sehingga semata mereka mengenangnya sebagai 'geger vampir'. Just like orang Jakarta secara kasual mengenang 'banjir 2002', misalnya. Seru untuk dikenang, tapi ada semacam keyakinan tak terucapkan bahwa bencana itu tidak akan datang untuk kedua kalinya. Masuk akal tidak, kalau perasaan yang sama berlaku untuk sebuah bencana serangan vampir? Rasanya gak make sense, kan?
Maka dalam sekuel ini sepertinya adegan si vampir Lang meloncat-loncat di atap mobil keramaian jalanan jadi sudah dianggap biasa ajah, tuh. Reaksi terhadap keberadaan vampir juga menjadi lebih tawar. Gimana, ya. Buat gue rasanya gak 'dapet' aja.
Tapi jangan jadi keliru menafsirkan. Secara kualitas penulisan, buku ini masih sebagus pendahulunya. Aksi hack 'n slash abis-abisan juga masih menjadi trade mark yang susah dicari lawannya, dan pastinya ditunggu oleh penggemar genre sejenis ini. Bahkan di halaman-halaman pertama juga sangat terasa excitement sebagai sekuel, saat membaca adegan-adegan yang me-reminiscence MWAV 1, sampai gue sempat komentar pada part action tertentu, "Yeah! Asyik! Mantap!" semacam itulah. So, ini masih cerita yang asyik. Sekedar trip yang dipilih oleh si pengarang aja yang kurang cocok buatku. Itu aja.
Dengan ending sebagaimana dipilih pengarang, juga tersusun konstelasi posisi karakter baru yang juga agak beda dengan buku 1, sebagai persiapan memasuki sekuel ketiga. Rasa-rasanya sih udah bisa ketebak apa yang bakalan terjadi di buku 3. Tapi siapa tahu, pengarang mengirim kejutan lain?
Komentar cover & layout? Masih seperti yang dulu. Alias kamseupay abis!
Moga-moga nih, sekuel ketiga terbit sesuai jadwal lagi.
Mas Joko, you memang tob markotob, dah!
FA Purawan
4 komentar:
The queen of thousand souls udah keluar nih.. Review doonk!! saya udah baca, lumayan banyak kejutan!! bahkan yang mungkin tak pernah Anda perkirakan :)
@Bebby, iya nih baru aku baca. reviewnya sabar ya,... hehehe
waah, repiux oke juga. denger2 seri lanjutanx di luar trilogi udah selesai ditulis. tp penulisx lagi cari penerbit yg mo nerbitiin.
Bagus Bro Reviewnya , kalo bisa saran . Itu reviewnya ditingkatkan lagi . soalnya gua banyak belajar di blog ini (y)
Posting Komentar