Rabu, 13 Juni 2012

MARRIED WITH VAMPIRE: The Queen of Thousand Souls (Joko D. Mukti - 2010)

by FA Purawan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Editor: -
Foto Sampul: Raisa Kanareva/ Shutterstock
Desain sampul: Eduard Iwan Mangopang
Tebal: 600 hlm.

Sebenernya saya males banget nulis review ini (pengakuan yang bikin hati saya merasa bersalah), apalagi dengan adanya ajang Fantasy Fiesta 2012 yang seru dan bombasis. Otomatis perhatianku teralih. 

Namun ada yang harus saya apresiasi dari trilogi ini. Harus diakui bahwa inilah salah satu "Trilogi" dalam khasanah penulisan Fantasy lokal masa kini yang benar-benar memenuhi janjinya sebagai trilogi, alias dengan sukses menerbitkan ketiga-tiganya ke pasar.  Dedikasi Gramedia Pustaka Utama, dan kerja keras pengarang, boleh diacungi jempol.

Soalnya nerbitin sebuah cerita bersambung, nowadays, emang laksana bikin seribu candi dalam semalam. Kita liat sendiri sudah betapa banyak janji sekuel, trikuel, quadrukuel, (bahkan ada yang udah state: pentakuel!) terpaksa (atau terancam) berhenti sebagai janji belaka. 

Dan, pada ngeh nggak, temen-temen, bahwa inilah novel trilogi yang make it masuk ke fikfanindo diulas tiga-tiganya? Horreeee! *applaus*. 

Tapi mungkin akibat beban kesulitan itu juga, kita terpaksa harus memaklumi aspek kualitas dan kontinuitas benang merah sebuah trilogi. Part yang bikin saya males ngereview juga, sebenernya, yaitu betapa karya ketiga ini menjadi sebuah karya yang 'melelahkan'. Melelahkan bagi pereview, melelahkan bagi pengarang -sepertinya-, dan God forbid, jangan-jangan melelahkan bagi pembaca juga. 

Sebelum lebih jauh mendalami cerita novel, mampir dulu ke halaman depan, dan kalau boleh saya menyalakan 'Blower Neraka' saya untuk ngipas-ngipasin mental saya yang lagi masuk  mode  'Devil-Bash' ON. 

Beware, ngenyek ahead...

Buat... desain cover, yang triple-enggaaak! Buku satu, gue cuma bilang covernya kayak novel humor kacrut atau film kunti lokal (liat disini untuk nengok review lengkapnya). Buku dua, gue gak komen. Buku tiga, ya ollooooo, what the huekk u're trying to pull off?  


Gue sempat ternganga selama setengah jam di depan rak toko buku, untuk men-discern apa sebenernya kamsud dari perancangan desain cover ini. Terpampang foto seorang balerina berkemben geje melakukan gaya angkat kaki sebelah setinggi pinggang, untuk ditangkup dua tangan oleh seorang penari pria, entah dalam rangka mengamati hasil pedikuran atau sekedar membandingkan ukuran jempol kaki.


Sahabat saya yang mantan balerina berkelas internasional, nggak terima gaya itu dikatakan sebagai ballet, "itu mah, silat kali?" begitu protesnya diiringi ketersinggungan profesi tingkat tinggi, padahal saya hanya ingin bertanya si perempuan itu sedang memeragakan gaya apaan di ballet. 


Saya gak berani nanya sama sahabat saya yang jawara silat. 


Kalau scene sekonyol itu mau dianggap serius-artsy-mysterious-kontemporer-etc, dengan semata disaputin nuansa darkish dan warna coklat butek,... Well mungkin taste seni gue udah ketinggalan-jaman, kali ye? Ini yang paling parah dari ketiga member trilogi Married With Vampire, kalo boleh awak sotoy yang gak paham seni ini berkomentar. 


Masih mendingan, menurut gue, gaya sampul hantu-hantuan ala jaman Abdullah Harahap dulu. At least mereka gak usah pretensius. 


'Devil-Bash' OFF


And now let's move into the story. Cerita MWV 3 ini lebih banyak merupakan kelanjutan dari buku MWV 2, hanya sedikit saja terkait dengan MWV 1. 


Lang, dengan sosok yang makin sexy dan makin super, kini punya kehidupan yang agak normal bersama Sekar yang menjadi istrinya. Catat, agak normal menurut ukuran Vampir yang kawin sama orang--dan buka cafe-- lho ya. Namun sejumlah konflik yang kait-mengait merusak ketenangan itu, membuat Lang terpaksa keluar dari sarang dan beraksi dengan samurai dan cluritnya (my two favorite objects in this series!) kembali. 


Teteup, lusty and steamy hot. Teteup, karakter Vampir Jawa nya Lang khas, liar dan hebatnya tetap membumi (Lang tetap orang Indonesia, gak kena identitas keliru seperti sering terjadi pada karakter vampir lokal yang keseret jadi vampir bule celup oleh pengarangnya). Dan nggak akan salah juga jika ada pembaca yang akan mengidolakan Lang sebagai karakter 'star' yang seksi, apalagi kalo muncul dalam sosok nyata di film. 


Omong-omong soal Film, kekuatan si Lang di buku ini agaknya sebanding dengan karakter film aksi Blade, yang dibintangi Wesley Snipes. Termasuk kekuatannya terhadap sinar matahari, yang dalam cerita ini diperoleh Lang karena dia adalah 'downline'nya Vampir kuat dan tua, yaitu si Princess yang tewas di buku 2. 


Karakter-karakter dari buku sebelumnya, semakin berkembang. Bahkan ke arah yang tak terduga. Svida, cinta pertama Lang, berkembang menjadi salah satu jagoan pembasmi vampir yang tangguh, masih ada si Tamam, sengak tapi tetap my-fave, yang persahabatannya dengan Lang jadi diuji oleh situasi. Masih ada tokoh Wignyo -ayah Sekar yang artinya Mertua Lang- yang belum juga berdamai dengan menantunya, malah berusaha menculik Sekar kembali. Masih ada mbah Dul, dukun sakti yang menjadi dekingan Wignyo. 


Hadir tokoh-tokoh baru antara lain Vampir-vampir bule, satu vampir penting ... Yang berambisi menjadi Raja. Dan cukup mengejutkan pula, si Princess yang dihidupkan kembali, oleh si tokoh Antagonis. Muncul side-kick Lang yang baru, seorang vampir perempuan bernama Nikita yang terpaksa menjadi budak Lang gara-gara kalah bertarung, tapi terbukti loyalitasnya ternyata sangat dalam terhadap sang hero. Muncul juga tokoh militer yang bawa pasukan dan tank untuk melibas semua vampir, yes semua bahkan termasuk sang hero. Yup, militeristic mind banget. Dan itu menjadikan novel ini menghibur. 


Ada juga tokoh yang melalui twist asyik, ternyata merupakan sang antagonis sesungguhnya. 

Sebetulnya meriah, bahkan pengadeganannya pun meledak-ledak dan penuh sensasi. Banyak melibatkan aksi, pergerakan massa, sampai bahkan kekacauan kota yang meluas jadi issue nasional. Semarang (kembali) jadi kota vampir, yang bahkan sampai menguasai kota, lalu pasukan pemerintah pun didatangkan dari pusat, bla-bla-bla... 


Now, it gets big. Dan ingat kembali pada review saya atas buku pertama, begitu masalahnya diperbesar keluar dari wilayah Semarang, it will get difficultly messy. Dan bener. Pengarang tampak kewalahan memaintain koherensi settingnya, sehingga menjelang akhir novel, Semarang jadi kehilangan 'kesemarangan'nya saat konflik mencapai klimaks. It's just sadly turns out like a unnamed county di film-film monster/ disaster ala Hollywood.


Well, buat saya itu menjadi nilai minus, tapi hanya dalam catatan saja dan tidak akan menjadi masalah bagi penggemar genre ini. Lagi pula keterlepasan setting Semarang dari 'yang seharusnya', di sisi lain juga mempermudah pengarang membebaskan kreasi, termasuk menciptakan alternatif Semarang Underworld (beneran lho, bukan kiasan) yang fresh. 


Konflik antar manusia dimainkan dengan baik di dalam novel ini, dan mas Joko, tetap dengan kekaguman saya, konsisten berusaha memasukkan benturan-benturan filosofis mengenai kevampiran bagi javanese minds. Si Lang, boleh dinobatkan sebagai Vampir yang amat sangat memikirkan eksistensinya di muka bumi, mungkin setara dengan Lestat-nya Anne Rice, dengan gaya semarangan, tentunya. 


Masih sama dengan komen saya dulu, it may work, it may not work, it may not everybody's cup of tea.


So, what's the verdict? Serial Trilogi Married With Vampire ini, di atas segala kekurangan atau kritik, adalah sebuah pencapaian baru dalam khasanah Fantasy Supranatural lokal, dengan prestasi terbesarnya adalah menerbitkan sampai tamat. Dan jangan meremehkan hal itu, sebab sudah terbukti tak banyak yang bisa begini (bukan sekedar soal kemampuan pengarang, tapi soal industrial support dan maturitas bisnis nya). 


Lagi, cukup menarik untuk dijual sebagai box set, asal dicetak ulang dan sampulnya di redesain lagi biar lebih menjual. 



Salam, 
FAPur

18 komentar:

Danny mengatakan...

Akhirnya ada review baruu!!!

Kazzak mengatakan...

yah... liat covernya saja sudah males.

endeperdian mengatakan...

itu mah tendangan model axe yang biasa dipakai taekwondo, kan?

jadi masih pakai kata "samurai"?

samurai kan untuk orang, bukan jenis pedang?
salah kok dipertahankan.

FA Purawan mengatakan...

@endperdian,

Tendangan axe? Hahahah kocak.

Soal samurai, ntar dulu mungkin itu my-bad, mas. Kayaknya si di buku disebutnya katana, koq.

Salam,
FAPur

endeperdian mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
endeperdian mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
endeperdian mengatakan...

maaf komentar yang dua ada typo

Nah, tentang cover, ini tanggapan saya. Silahkan ditanggapi tanggapan saya ini.

Si Topeng Manja mengangkat kaki kanannya tinggi-tinggi. Hingga melebihi kepala Topeng Tampan. Kemudian ia menurunkan kaki itu dengan kecepatan tinggi. Tak lupa pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi. Hingga menimbulkan suara angin menderu. Daya tarik bumi ditambah kecepatan empunya kaki dan tenaga dalam. Tiga hal itu membuat serangan ini menjadi dahsyat. Jangankan manusia. Batu sebesar anak kerbaupun pun bisa hancur bila terkena serangan.

Namun Topeng Tampan tidak gugup. Ia melangkahkan kaki kirinya, lalu mengangkat kedua tangannya sambil bersenandung.

“Hap.... Lalu ditangkap...!”

Kaki yang melancarkan serangan dahsyat itu kini tertangkap. Topeng manja belum pernah mengalami hal ini. Biasanya musuh akan menghindar ketakutan menghadapi serangannya. Lalu ia akan melakukan serangan susulan dengan kaki kirinya. Namun sekarang posisi musuh ada di sebelah kanan. Ia tidak mungkin menyerang dengan kaki kiri. Ditambah kaki kanannya telah tertangkap. Ia mengerahkan tenaga dalamnya, berusaha menekan ke bawah atau menarik kakinya. Namun sia-sia. tenaga dalamnya seoalh tidak ada artinya bagi Topeng Tampan.

“Apa cuma ini?” Topeng Tampan bertanya sambil tetap menahan kaki Topeng Manja. Ia mengerahkan tenaga dalamnya. Topeng Manja tidak berkutik. Kakinya seolah terkunci. Ia pun hendak bertindak nekad. Ia akan menendang kepala Topeng Tampan dengan kaki kirinya. Harapannya mudah-mudahan kuncian musuh bisa terlepas, Sementara itu Topeng Tampan hendak menurunkan kaki balerina. Namun ....

“TAHANNNN!!!” tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan. Itulah suara si Pencari Ide. Suara itu diucapkan dengan Corong Stereo Super Bass . Menimbulkan efek sampai dada bergetar. Bahkan bagi duo topeng yang menguasai tenaga dalam tinggi itu. Topeng Tampan tidak jadi menurunkan kaki Topeng Manja.

“Kalian berdua tahan nafas....! JURGAM.... Cepat gambar...! TUSET, buat efek asap dan cahaya agak kemerah-merahan... !. ini pas untuk cover MWV 3.

FA Purawan mengatakan...

@Ende...

EPIC!!!!

lol :)

FAPur

Zen Horakti mengatakan...

Mas Pur. saya sudah kirim sebuah review. Semoga bisa ditampilkan di sini.

hehe, belajar Review gitu. Soal review ini. Sebenarnya memang, covernya ga banget.

Tapi untung ceritanya cukup menjanjikan. Saya akan beli deh

FA Purawan mengatakan...

Review apa, Zen? Dan dikirim ke mana? Saya belum terima tuh.

Zen Horakti mengatakan...

Saya kirim ke email mas Pur...

FA Purawan mengatakan...

@Zen. Belum terima. Pls kirim lagi, OK?

FAPur

Zen Horakti mengatakan...

Saya kirim lagi, ke fapurawan@gmail.com ya

Dicek, Mas...

seno mengatakan...

Wah reviewnya panjang banget, jadi males juga ngebaca.

FA Purawan mengatakan...

Hihihihihi, di sini reviewnya emang panjang-panjang, mas :)

Zen Horakti mengatakan...

Mas Pur, Nasib Review saya gimana XD

FA Purawan mengatakan...

Hmmm,... Masih perlu penyempurnaan, saya mau bikin catatannya dulu sebelum saya kirim balik ke kamu. Tapiii,... Masih asyik mantengin Fantasy Fiesta 2012, hehehe.

rental mobil mengatakan...

Bukunya bagus, makasih informasinya.