Kamis, 10 Januari 2013

THER MELIAN Series (Shienny M. S.- 2011 - 2012)

Review by Luz B.



Tebal : 390 (Revelation) 460 (Chronicle) 502 (Discord) 509 (Genesis). Plus glosarium
Penyunting : saia tahu ada, tapi nggak ditampilkan di buku
Ilustrasi sampul : Shienny M. S.
Ilustrasi isi: Shienny M. S.


Bagi saia, susah merepiu proyek di mana saia punya keterlibatan, walau sangat sedikit. Tapi akhirnya saia pikir untuk menjadikan ini semacam tantangan baru. Demi experience points gitu. Sapa tahu satu saat saia level up sampai bisa melakukan pembantaian publik terhadap karya-karya sendiri.

Kesulitan lainnya, serial Ther Melian karya Shienny M. S. ini keluar lengkap dalam waktu relatif cepat. Alhasil, salah satu celaan favorit saia, yaitu, "Ea, plot gak selesai dan janjinya dilanjutin di sekuel yang ga keluar-keluar. Cape de~!" langsung batal demi hukum. Jadilah saia harus nyari-nyari celaan lain dahulu. 


Lengkapnya keempat buku ini juga menjadi alasan bagi saia untuk merepiu TM secara keseluruhan. Apalagi, merepiu TM secara terpisah itu jelas nggak efisien. Pasalnya, serial ini bukan serial 'sejati.' Struktur ceritanya nggak seperti Harry Potter, atau katakanlah, Xar & Vichattan, alias Seri Ahli Waris Cahaya. Kedua contoh itu terdiri masing-masing dari 7 dan 3 buku. Pada masing-masing buku ada satu story arc yang tuntas, dan semua story arc disatukan oleh satu plot cerita besar dan tema besar.

Ini beda dengan TM. Pada intinya, TM adalah satu cerita yang dipotong jadi empat. Dan kalau saia bilang dipotong, maksud saia adalah bener-bener dipotong. Pada bagian akhir buku pertama, kedua, dan ketiga, nggak ada konklusi yang terasa sebagai penutup dari satu story arc, sekaligus menegaskan cerita besarnya. 

Di HP, konflik gedenya adalah kebangkitan Voldemort, yang dia coba lakukan di tiap buku, dan akhirnya berhasil di buku 4. Di X & V, cerita besarnya adalah konflik cahaya dan kegelapan, yang juga terjadi di tiap buku. Di TM? Nggak ada cerita besar. Peningkatan konflik di akhir buku keempat menjadi "penyelamatan dunia" bukan cerita besarnya, karena menyelamatkan dunia ini bukan overarching plot di buku satu, dua, dan tiga. 

Jangankan overarching plot, sebetulnya. Penutup dari satu buku ke buku berikutnya aja nyaris nggak ada. Satu-satunya yang saia dapat di akhir tiga buku pertama adalah kalimat, "Kisah akan dilanjutkan di buku berikutnya." Eaaaah~! Untung ada bab flashback di awal tiap buku, dan sekali dua kali monolog internal karakter yang merangkum kisah buku sebelumnya. 

Oleh karena daripada itu, merepiu empat buku ini secara terpisah pada esensinya sama dengan merepiu SATU cerita yang sama empat kali, dengan penekanan pada bagian yang berbeda. Daripada melakukan itu, mendingan saia repiu semuanya sekaligus.     

Reaksi pertama saia TM kira-kira sama dengan kalau orang diabetes minum sirup Marjan langsung dari botol. Covernyakah? Secara parsial, ya. Covernya cantik. Empat buku--Revelation, Chronicle, Discord, Genesis--covernya cantik semua. 

Tanpa bermaksud mengurangi pujian untuk penulis, yang juga sekaligus mendesain cover dan membuat ilustrasi bukunya, saia punya sedikit catatan pribadi. Warna mengkilat metalik ala cover TM ini bukan favorit saia. Alasannya sama dengan kenapa saia lebih suka sepatu nyaman dengan detail unik dibanding stiletto boots berwarna perak mengkilat. Yang kedua kelihatan keren dan gemerlap. Apalagi kalau moi yang cantik dan sekseh ini yang pake, hihihi ♥ Semua personil SNSD dijamin lewat!

Tapi itu sesuatu yang hanya saia kenakan di panggung, saia pamerkan di sana, dan setelahnya saia lepas. itu bukan sepatu yang secara alami mau saia pakai dan nikmati. Sama dengan cover ini. Cantik, tapi bukan jenis yang bikin saia benar-benar merasa pengen memiliki. 

Catatan kedua, kadar manis di cover ini juga super tinggi.

Jangan salah. Saia cewek tulen. Saia gak nyangkal bahwa sekali-kali saia menuntut romantisme dari bahan bacaan. Kalau bisa lengkap dengan banyak cowok cantik. Dan banyak kegiatan yaoi. Tapi ini...

Cara paling baik menggambarkan perasaan saia adalah dengan menonton MV Call Me Maybe-nya Carly Rae Jepsen. Silakan disimak dulu...
   


  
Sekarang, bayangkan seluruh kejadian di dalam MV itu, tetapi dengan suasana serius. Bukan humor. Lebih afdol lagi, silakan pause di bagian Carly Rae membayangkan dirinya di cover novel bersama si dreamboy. (Kira-kira menit 2.20 -  2.32.) Lihatin adegan itu lama-lama. Bagaimana perasaan anda? 

Kalau anda pengen cengar-cengir kikuk, anda memahami perasaan saia. Apalagi waktu lihat cover buku keempat, Genesis. Saia diam-diam ngebayangin Vrey, sang tokoh utama TM, nyanyi Call Me Maybe untuk menarik perhatian love interest-nya diiringi band yang terdiri dari  para tokoh pendukung di novel ini. 

Tentu saja, akhirnya si love interest malah ngasih kartu nama ke... 

...err... I'm taking it too far here. Mari kita mulai membahas isi buku-bukunya.

Premis cerita TM bisa dilihat dari blurb di belakang buku pertamanya, Revelation. Alkisah tersebutlah dua orang, Vrey si Pencuri, dan Valadin si Paladin Eldynn. Bad pun intended. Masing-masing pihak punya tujuannya masing-masing. Vrey pingin nyari bahan untuk bikin jubah nymph, yang katanya harta paling hebat di dunia. Sebaliknya Valadin pingin menciptakan semacam revolusi untuk mengangkat martabat bangsanya.

Pada titik ini saia curiga nama tengah Valadin adalah Lenin. Tapi mari kita abaikan itu sebelum kita semua tenggelam di dalam lautan bad pun.

Karena satu dan lain hal, Vrey dan Valadin menjadi pihak yang saling berlawanan. Ini premis awal sederhana, mudah ditangkap, dan cukup segar. Kita nggak disodori kisah chosen one lawan bad guy. Kita diajak menyelami dua sisi yang relatif abu-abu. Masing-masing pihak punya motivasi sendiri-sendiri yang sama sah. Paling nggak pada awalnya. Bagi mereka yang pengen bikin fiksi fantasi di mana penggerak konflik adalah "motivasi pribadi," bukan masalah chosen one, saia sarankan untuk mengecek seri ini. 

Di lain pihak, cerita ini adalah jenis yang "segar walau nggak orisinal." Dengan skimming sekilas, saia bisa melihat bahwa tiga elemen utama dalam TM--tokoh, plot, latar, bisa ditemui di dalam Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan Console Role Playing Game Jepang tahun 1990-2000an. Spesifiknya, Ragnarok Online dan serial Final Fantasy dari VII sampai X

Mari kita telaah sedikit. Cerita mulai dari desa/kota kecil tapi tahu-tahunya nyambung ke menyelamatkan dunia? Check. Setting magitek (sihir bercampur teknologi) lengkap dengan kapal udara? Double check. Geng tokoh yang terdiri dari berbagai "profesi," tapi semua memiliki skill yang suspiciously bisa berguna dalam bertarung? Triple check!!! 

Saia tahu bahwa banyak penulis fiksi fantasi Indonesia itu gamer. Saia salah satunya. Tapi berdasarkan pengalaman, saia berpendapat bahwa nerapin pakem RPG ke dalam tulisan itu beresiko. Contoh, gimana cerita Karth si Assassin Cross Shazin bisa muncul di gang, bikin rusuh, dan gak ada penjaga kota yang gerak cepat datang? (Chronicle, Hal 107-118) 

Tambah lagi, bukannya assassin itu harus langsung gorok? Kok dia pake mengumumkan kehadiriannya? ("Jangan terlalu yakin dulu!" Chronicle, hal. 105) 

Tapi saia kebetulan fans Karth. Jadi saia akan kasi penjelasan bahwa dia adalah Chuck Norris di dunia TM. Wajar adanya saat dia beraksi, para penjaga sibuk terpesona sambil nyembah-nyembah dan tabur sajen.

Contoh lain, kenapa sipir Menara Albinia malah bikin gudang mayat di basement menara? (Chronicle hal. 271) Saia tahu itu menara merangkap tempat penyiksaan, tapi jenazah yang cuma ditumpuk dan dibiarkan membusuk bisa jadi sumber penyakit bagi seluruh kota. 

Ingat Dementor di serial Harry Potter? Di buku ketiga, Prisoner of Azkaban, digambarkan mereka MENGUBUR tahanan yang mati, sekalipun Azkaban itu letaknya bukan di dalam kota. Dengan kata lain, Dementor yang bukan manusia dan hidup terpisah dari lingkungan perkotaan aja sadar tentang sanitasi. Kenapa para sipir Menara Albinia nggak? 

Balik lagi, pakem RPG: Menara itu adalah tempat penyiksaan, dan seperti lazimnya tempat penyiksaan di dalam banyak RPG, harus dibuat sesangar mungkin.  

Contoh lain, kenapa Valadin malah ngebunuh penjaga Templia Vulcanus di depan Vrey, kalau dia gak tega melenyapkan Vrey sebagai saksi mata? (Revelation, hal 340-355)

Kalau saia jadi Valadin, saia akan memanfaatkan skill Bishonen Charm Lv. 100 saia. Saia akan bilang ke penjaga Templia bahwa saia dikirim oleh Lourd Haldara untuk mencari Vrey, yang merupakan tersangka pencurian di konsulat bangsa Elvar. Saia akan suruh anak buah saia membawa Vrey dkk. (yang waktu itu dah ketangkep tiada daya) ke luar ruangan. Saia juga ga akan ngomongin soal amulet api dan cerita cinta masa lalu plus pendidikan Vrey yang gagal, yang pada poin itu jelas bukan prioritas. 

Setelah Vrey dibawa pergi, saia akan ngasi kode ke Chuck Norris maaf tangan saia suka selip tiap kali ngetik nama Karth, yang pasti cukup awesome untuk menyikat segelintir penjaga level teri sendirian. Apalagi kalo dia dibantu Dokter Seksi Ellanese si Vestal, Engkong Eizen si Magus Muridnya Engkong Gandalf, atau Laruen si Beastmistress Ierre. Setelahnya saia tinggal nyeburin mayat para korban ke lahar. 

See what I mean here? Kalau saja Val the Pal mau mikir panjangan dikit aja, dia bisa tenang-tenang lanjutin rencana tanpa saksi, dan tanpa harus bunuh orang yang gak rela dia bunuh. But no. Dia harus ngebunuh penjahat Templia di depan Vrey, ngasi petunjuk tentang apa yang dia rencanakan, berlama-lama ngungkit masa lalu dia dan Vrey, dan barangkali kalau bukan karena kendala wordcount, galang massa dan gelar orasi untuk mensosialisasikan revolusi bangsa Elvar.

Akibatnya? Vrey sukses kabur. Val harus buru dia. Setelah satu plot point tentang crossdressing yang bikin saia meringis (dibahas belakangan,) Vrey serta Rion memaksa seorang teman mereka untuk minta perlindungan ke Raja Granville. Tanpa peduli bahwa temannya itu punya masalah di negara tersebut. (Chronicle, hal 52-55)

Eh, okay. 

Itu sangat egois, sejujurnya. Pun berani-beraninya Rion menuduh si terpaksawan itu egois kalau ga mau berkorban, sementara dia sendiri sami mawon idem ditto. Kalo Rion bilang, "Hadapi masalahmu seperti laki-laki sejati!" maka saia akan bilang, "Lha situ ndiri gimana?" Egois ya egois. Bawa-bawa keluarga nggak bikin keegoisan Rion lebih benar, terutama karena alasan the other guy adalah keluarga juga.

Tapi yang mau saia tanyakan sekarang bukan itu.   

Diceritakan bahwa sebelum minta perlindungan raja, teman Vrey yang dipaksa itu pertama-tama menemui kenalannya: Ashca, Putri Bungsu Kerajaan Lavanya. Pertanyaan saia, dua.

Pertama, mereka ada di Lavanya. Jadi kenapa mereka harus ke Granville, padahal sudah dinyatakan bahwa kalau orang bermasalah dengan Elvar, paling aman kalau mereka bersembunyi di Lavanya? (Chronicle hal. 89) 

Kedua, kenapa si terpaksawan itu cuma meminta ijin Ashca untuk memakai kapal Kerajaan Lavanya untuk kembali ke Granville? 

Kenapa dia ga jelasin duduk perkara ke Ascha dan mencoba jalan surat-menyurat? Kenapa dia harus nyuruh Vrey yang pergi ke Granville dengan kalimat paten untuk melakukan party split dalam RPG ("tinggalkan aku, biar aku yang urus mereka!") ketika Karth dan Laruen muncul buat ngerusuh?

Kalau saia rasa, lebih make sense dia nggak nyuruh Vrey dan Rion pergi. Kenapa dia nggak menghalau Duet Maut Karth dan Laruen bersama Vrey, Rion dan Desna? Maksud saia, kalau gini kan situasinya 4 on 2. Kemungkinan menang mereka lebih besar dibanding nyuruh Vrey dan Rion pergi. Apalagi kalau penjaga kota kerjanya bener dan nggak sibuk fanboying Chuck Norris waktu Duet Maut menggoyang kota.

Lebih aneh lagi, Putri Ashca juga nggak pake nanya kenapa mereka pengen numpang kapal kerajaan. Bagaimana kalau si terpaksawan itu ternyata berniat kurang bagus, misalnya, memperruncing masalah rebutan takhta di Granville? Atau, bagaimana jika ia diam-diam berada di bawah ancaman pihak-pihak jahat saat membuat permintaan itu?

Sebagai putri, Ashca layaknya mikir panjang. Dia nggak sepatutnya sembarang ngasih ijin menumpang fasilitas kerajaan tanpa tahu tujuannya. Keamanan negaranya dan negara sahabat tentu lebih penting daripada balas budi karena dia pernah diselamatkan si terpaksawan di dalam pesta dansa.

Sebab itu saia nyoba bayangin skenario alternate kalau saia jadi si terpaksawan. Saia akan jelasin ke Ashca apa masalahnya dan minta tolong dia sembunyiin saia di Lavanya. Kalau begitu, si putri bisa ngambil tindakan dengan memberitahu Maxen (bawahan saia yang masih kerja di istana Granville) bahwa saia masih hidup, dan bahwa saia terancam. Ascha dan Maxen bisa menghubungi konsulat Elvar untuk mengadukan Valadin, dan beresin masalah di belakang layar tanpa mem-blow-up ini jadi terlalu gede dengan langsung ngomong ke Raja. Saia juga ga perlu pulang ke Granville, di mana saia punya masalah. 

Terlebih lagi karena respons Val the Pal saia rasa tepat; hal pertama yang dia lakukan begitu balik ke kota adalah nangkring di konsulat. jaga-jaga kalau-kalau Vrey dkk. muncul di sana buat ngadu, gitu.

But no. Saia bukan si terpaksawan, dan memang bukan hak saia buat ngacak-ngacak plot bikinan penulis. Jadi pakem RPG terlaksanalah. si terpaksawan menyuruh Vrey dan Rion pergi mengadu ke Raja. Keduanya melaksanakan itu tanpa unggah-ungguh, tanpa mengindahkan protokol kalau mau ketemu raja, dan langsung jadi napi mabrur. 

Kemudian ada lagi bagian kemunculan Yang Mulia Plot Device. (Bukan nama sebenarnya.) Yang bersangkutan adalah satu-satunya orang di seluruh benua yang tahu ada masalah apa. Dia nongol untuk menjelaskan segalanya right after the titanic turd hits the fan.  (Genesis, 73-98)

Saia ngerasa kemunculan YMPD ini kayak tokoh NPC yang mendadak nongol untuk ngasih penjelasan. To be fair, ada beberapa petunjuk tentang YMPD, dan foreshadowing tentang kemunculannya di buku ketiga. (Discord, 296-297) Tapi bagian itu sekaligus terlalu singkat dan terlalu kentara seperti foreshadowing saat pertama kali saia lihat. Bayangkan, proyeksi magis seseorang muncul di depan tokoh utama lalu menghilang. Si tokoh utama pada dasarnya cuma angkat bahu, dan cerita berlanjut seakan nggak terjadi apa-apa. 

Itu bau foreshadowing-nya lebih tajem daripada bau terasi udang yang lagi ditumis. Padahal, the point of foreshadowing adalah meninggalkan petunjuk yang pada saat pertama ditemui nggak kecium sebagai petunjuk.

Penjelasan-penjelasan YMPD sendiri bikin saia mangap. Kalau YMPD memang mau merahasiakan dan menyembunyikan "para penghuni benda-benda langit" itu, kenapa pas mereka mengaku-ngaku dewa, dia malah mengiyakan dengan berkata, "Yup. Mereka dewa. Dan mereka punya kekuatan besar. Tapi kekuatan mereka nggak boleh dipakai, ya, meskipun bangsa kita sedang ditindas?"

Wait whaaaat?

Sekedar larangan tanpa alasan konkrit nggak akan berhasil. Malah itu akan bikin penasaran. Inception menggambarkan ini dengan baik melalui pertanyaan, "Don't think about elephants. What are you thinking now?

Ingat jawaban Saito? "Elephants.

Sama seperti ini. Kenapa YMPD nggak jujur dan bilang kalau "para penghuni benda-benda langit" itu bukan dewa, dan bahwa mereka adalah penyebab kehancuran? Kalau begitu kan orang akan sadar apa bahayanya benda-benda itu. Godaan untuk menggunakannya pun akan lebih kecil. Ini sama dengan alasan rakyat Indonesia segan menerima rencana pembangunan PLTN--karena sudah ada pandangan di dalam masyarakat bahwa meski tenaga PLTN gede, resikonya juga gede.

Dan come on, jangan bilang ini nggak bakalan bekerja. Dikau punya 15 abad untuk membangun persepsi masyarakat sehubungan dengan hal ini!

Memang YMPD nyebut kalau itu suatu kesalahan yang dia sesali. Tapi dia nggak menawarkan penjelasan lebih kenapa dia memilih berbuat begitu, selain "Saia nggak ngelihat bahayanya menyembah mereka." 

Jujur bagian ini saia nggak habis pikir. YMPD ini sudah jadi pemimpin selama ribuan tahun, tapi dia nggak cukup bijaksana untuk tahu bahwa penyembahan buta itu berbahaya. Plus, sepengetahuannya, "para penghuni benda langit" itu dulunya manusia. Kalau sesuatu yang tadinya manusia mulai playing God, di dalam pakem RPG sekalipun, pasti ada MASALAH GEDE. Tapi dia memilih untuk diam hingga dunia terancam kehancuran. 

Lebih over the top lagi, YMPD ini masih menyembunyikan kebenaran di tengah situasi kehancuran dunia. (Genesis, 244) Dan tepat setelah ngaku dirinya bohong, dia masih ngasih pidato yang menyuruh ketiga bangsa untuk "bersatu atas nama kemanusiaan," (Genesis, 249) yang dalam konteks ini berarti, "cleaning the mess that I started."

Biar saia rangkum. YMPD lupa make common sense. YMPD bikin kesalahan yang ngancem seluruh dunia. YMPD lalu berbohong. Setelahnya YMPD nyuruh tiga bangsa untuk bersatu membersihkan masalah yang terjadi karena kesalahannya, dengan membawa-bawa nama kemanusiaan.

Kalo saia Feyn the Bard Rahval, saia bakalan nabokin ini orang pake mandolin. Atau nyanyiin dia medley lagu Justin Bieber sampe dia sujud tobat.

Tapi daripada bikin konser Tribute to Bieber, para hero memutuskan untuk mengurusi persiapan perang menghadapi flying fortress si Dedengkot Penjahat. Bagus, sebetulnya. Mereka langsung mikir untuk menghadapi ancaman di depan hidung. Akhirnya, ada juga yang memutuskan untuk BERTINDAK; setelah pengakuan YMPD dan keputusan Raja Granville untuk memenjarakan Vrey, saia hampir menyangka bahwa standard operation procedure untuk menyelesaikan semua masalah kenegaraan di dunia TM itu adalah dengan ditutup-tutupi.

Tapi saia kembali angkat alis ketika YMPD bilang flying fortress itu bertujuan untuk menghancurkan Falthemnar dan membunuh para penduduk. (Genesis, hal, 248) Lalu untuk mencegah itu, para hero melakukan persiapan perang dengan mengumpulkan pasukan di sebuah rawa-rawa di dekat kota tersebut. (Genesis, hal. 261) 

Seklias nggak ada yang aneh. Tapi kalau tujuan para dedengkot adalah membunuh semua penduduk yang ngumpul di Falthemnar, apa prioritas tertinggi para hero, sekaligus langkah paling masuk akal? Mengungsikan para penduduk Falthemnar ke tempat lain, tentu! Preferably, menyebar mereka ke mana-mana menggunakan airship dalam waktu beberapa hari sebelum flying fortress si Dedengkot Penjahat sampe ke Falthemnar. Kalau yang terburuk terjadi, si penjahat cuma menyerang kota kosong.

Tapi yang pertama-tama dilakukan para hero apa? Ngumpulin pasukan. Nggak disinggung-singgung, kayaknya, kalau penduduk Falthemnar diungsikan? 

Pun saia susah terima kalau alasannya nggak bisa/nggak ada waktu. Kalau para hero bisa menyiapkan airship dari seluruh benua dalam hitungan hari, mereka pasti mampu mengungsikan penduduk satu kota. Kalaupun ada kendala waktu, kan ada teknologi komunikator, gitu... mosok iya selama 15 abad teknologi itu eksis, komunikator cuma di-install di dua airship, dan nggak di-install di suatu tempat di Falthemnar buat keadaan darurat? Ini kesiapan penanganan bencananya gimana tho?  

Dan sekalinya ada pengungsian digambarkan, yang diungsikan malah penduduk kota lain. Celaka lagi, diungsikannya malah semakin dekat ke wilayah target serangan! 

Liat peta deh~
  


  
Falthemnar itu target serangan. 

Kota yang penduduknya diungsikan itu Mildryd. Yang sebetulnya wajar, karena para hero berencana mencegat flying fortress Dedengkot Penjahat di wilayah kosong di antara Mildryd dan Kynan

Yang mengagetkan adalah, para penduduk Mildryd diungsikan ke Telssier Citadel yang... makin dekat ke Falthemnar, wilayah yang menjadi target serangan! Apalagi sebelumnya udah dibilang bahwa blast radius dari serangan flying fortess itu bakalan lumayan gede. 

*pacefalm*

Ini baru satu bagian dari pertanyaan saia terhadap persiapan perang. Pertanyaan saia yang kedua adalah, para hero sepertinya mengasumsikan kalau flying fortress itu pasti melintasi rute darat dalam garis lurus dari Menara Zelbiell ke Falthemnar. Sebab itu mereka bisa memilih mau mencegat flying fortress itu di mana.

Pertanyaan saia, seperti biasa dari perspektif common sense, APA IYA flying fortress itu jalannya pasti lurus? Gimana kalau flying fortress itu belok-belok atau meleng dikit? Gimana kalau mereka terbang di atas laut di bagian barat benua Ther Melian, dan sama sekali nggak mampir ke padang di mana pasukan dikumpulkan? 

Saia nanya ini ke penulis, dan jawabannya sebenernya plausible: Dedengkot dah kehabisan MP untuk summon monster-monster di seluruh benua, dan kehabisan duid buat bayar para penjaga Templia buat jadi bodyguard dia. Jadi dia cuma bisa jalan lurus karena ga bisa beli BBM, dan di novel ini nggak ada cheat infinite fuel. 

(Jawaban penulis sebenernya lebih serius. Tapi beda-beda tipislah dengan yang saia transkripsi disini, Wekeke~)

Andai bagian itu ada, saia nggak akan mikir kalau Dedengkot Penjahat nggak make common sense waktu jalan lurus ngambil resiko dicegat pasukan hero. Padahal dia punya aerial recon dalam bentuk dua burung raksasa, yang berarti dia bisa mengintai lawan. Kalau dia tahu para hero kumpulin pasukan di titik X, wajar kan kalau dia tipu-tipu dikit, mengubah arah, dan lewat di atas laut lalu muncul dari barat/utara Falthemnar.

In short, saia merasa para hero bisa mengevakuasi kota untuk mengurangi resiko kematian begitu banyak penduduk, dengan demikian mengurangi akibat buruk apabila si penjahat berhasil menerobos. Di lain pihak, para penjahat punya recon dan memegang kendali untuk memilih medan. 

Tapi mereka nggak melakukan ini. Para hero nggak evakuasi kota sasaran, dan penjahat memlih bertarung frontal. Screw the citizens, damn the advantages, LET'S GET IT ON, BYATCHEZ!!!

*pacefalm combo*

Sekali lagi, perang itu bukan perkara sepele. Buat mulai perang aja, banyak yang harus dipikirin. Begitu juga pas perang berjalan dan setelah perang selesai. Saia nggak bilang seseorang harus jadi Sun Tzu dulu untuk nulis tentang perang, atau bikin perang yang benar-benar plothole-proof, atau perang di mana semua aktornya rasional. Saia tahu persis kalau dalam perang kerap ada aktor irasional, tapi itu nggak berarti bahwa semua aktor di dalam perang itu gebuk-gebukan tanpa pake mikir. Paling nggak, bikinlah supaya peperangan itu make sense

Saia bisa bikin daftar keluhan common sense vs. pakem RPG yang komplit untuk serial ini. Tapi itu cuma akan jadi sop iler luar binasa, atau jebolin kuota posting dan bikin anda semua ikutan pacefalm. Jadi saia simpulkan saja bahwa masalah penggunaan pakem RPG adalah keluhan terbesar saia untuk TM. Hubungan sebab akibat di dalam novel-novel ini seringkali digerakkan oleh pakem RPG, pada situasi di mana common sense akan lebih bisa diterima. 

Akan tetapi, siasat meminjam dari RPG ini nggak sepenuhnya jelek. Meminjam pakem bisa dipertanyakan, tetapi menggerakkan cerita menurut pola konvensional RPG? That's something else. Peminjaman alur bercerita ini membuat plot TM maju dengan runut yang relatif enak. Ibaratnya bikin puding pakai cetakan: asal hati-hati, bentuknya pasti bagus. 

Itulah yang terjadi di sini. Alur Ther Melian ini rapi lancar. Setelah A, terjadi B, yang menyebabkan C, dan seterusnya. Terlepas dari fakta bahwa A B dan C adalah event tipikal RPG, alurnya sendiri nggak bertele-tele atau bercabang-cabang banyak. Dia maju lurus, ngikut konvensi RPG console. Penulis pun nggak tergoda untuk mengikuti PoV tokoh X, lalu tokoh Z, lalu tokoh lain satu persatu. Dan saia tahu dari pengalaman pribadi bahwa hasrat memberi porsi adil pada tokoh-tokoh yang kita suka adalah napsu yang sulit ditahan. Semua sudut pandang itu diintegrasikan menggunakan 3rd person limited PoV, di dalam satu alur maju yang relatif gampang dipahami. Good job! 

Saia cuma punya sedikit keluhan terhadap masalah jalannya alur. Buku pertama agak lambat karena banyaknya pengenalan karakter dan dunia. Masuk buku kedua, alurnya seru dan enak diikuti. Paling bagus dari keempat buku, saia kira. Pada buku ketiga alurnya lambat lagi karena ujian Templia-nya terasa repetitif. Saia dah tahu siapapun yang menjalani ujian itu pasti berhasil. Jadi biasanya kalau dah ujian Templia saia skip baca sampai bagian terakhir. Kecuali bagian-bagian yang melibatkan Chuck Norris Karth. Tapi selain itu (dan dua adegan percintaan yang bikin saia lagi-lagi nyengir), okelah.

Kemudian kita sampai pada buku keempat. Hoo, boy, buku keempat! 

Barangkali ada 80+ halaman sendiri di sana yang berisi bosstalk Dedengkot Penjahat serta minion-nya, dan penjelasan misteri serta justifikasi plot twist courtesy of YMPD. Seperti yang sudah saia sebut, kuliah mereka berbelit-belit dan penuh pakem RPG. Ada beberapa bagian yang menyambungkan beberapa foreshadow dari buku-buku sebelumnya. Tapi bagi saia, perbandingan antara apa yang di-foreshadow dengan apa yang digelontorin dalam penjelasan itu terlalu kecil untuk menghapus kesan infodump. Jadi kadang saia skip dan skim...  

...sampai bab 12. It's @$$-kickin' time, and it's a major @$$ they're kickin' here. Alur pertempurannya oke, plotholes be damned. Apalagi karena disini Chuck Norris Karth dan partnernya berperan keren dan mengeluarkan badass boast yang oke. ("Kalau kau jatuh, aku yang akan memanahnya!") Saking semangatnya, tiap kali Dedengkot mulai bosstalk, saia langsung skip sambil menganggap bahwa semua halaman yang saia skip itu berisi narasi tentang Laruen memanah jidat si Dedengkot dalam slow motion ala pelem-pelem Zack Snyder, supaya yang bersangkutan tutup mulut dan aksi berlanjut. 

Dan ending-nya? Saia agak berkerut alis sebetulnya. Arc words TM pertama adalah "Untuk mendapatkan sesuatu yang kamu inginkan, kamu harus kehilangan sesuatu yang berarti." Tapi ending-nya... nggak cocok dengan pesan kalimat ini. Pertama, peran penjahat itu dioper ke sosok yang memang sejak awal ada untuk dibenci. Kedua, nggak ada tokoh utama (banget) yang mati. Dan ketiga, ada satu tokoh yang kayaknya mati, tapi kembali berkat sebuah item. Yang sepanjang perasaan saia, nggak di-foreshadow kalau item itu bisa membuat pemiliknya melewati gerbang dimensi. 

Endingnya happily ever after gini. Jadi mana bagian 'kehilangan sesuatu yang berarti'-nya? In the end, the main character got everyhing--love, wealth, and happiness--for free. By royal marriage. Dilihat dari sisi manapun, ini susah saia terima. Love conquers all, saia tahu, dan saia bukan penentang perkawinan beda status.  Calon Raja mengawini commoner, fine. Calon Raja mengawini pencuri, pelaku kriminal? This is stretching it a bit too far.

Begitupun, saia bisa mengerti kalau happy ending is preferable. It is (partially) a romance novel, after all. Dan memang sekalipun di satu sisi saia merasa ending ini nggak cocok dengan arc words-nya, saia juga merasa nggak sia-sia ngikutin perjalanan para tokoh ini dari buku pertama sambil nyumpah-nyumpah seribu bahasa tiap kali melihat mereka bikin keputusan aneh yang menentang common sense. Sekalipun--harus diakui--keputusan-keputusan itu bikin alurnya maju dengan ramai lancar. 

Mumpung kita masih bicara soal common sense, saia ingin berkata bahwa the lack of common sense ini adalah trait utama yang dimiliki banyak tokoh di dalam TM. Dalam arti, mereka seringkali mikir dan bertindak menurut pakem RPG. Ini bikin saia sering frustrasi sama beberapa dari mereka. 

Valadin, saia dah kasih contoh masalahnya di atas. Dan satu lagi pertanyaan saia berkaitan dengan dia: kalau Elvar kebal RACUN (toxin), kenapa mereka bisa MABUK (intoxicated)? 

Maaf kalau saia keliru--para dokter di kursi penonton, mohon bantuannya--alkohol itu kan pada dasarnya legal drug, yang berarti dia racun juga, tapi lebih 'lunak'. Dia masuk ke aliran darah dan dari sana mempengaruhi tubuh. Jadi kalau katanya darah Elvar bikin mereka kebal racun, mengapa oh mengapa Val the Pal bisa teler di buku ketiga?

Belum lagi telernya itu mengarah ke sexy discretion shot yang... er, maaf, buat saia malah nggak seksi. I'm not against implied sex scenes in a book marketed for teenagers. But mature subjects need mature handling, especially if it is NOT intended for mature audiences. 

Here, the handling is a bit juvenile. Pilihan katanya itu lho, abegeh tenan, bikin saia nyengir-nyengir terus. Kalau mau tahu kayak apa perasaan saia, sila bayangkan kembali kalau MV Call Me Maybe itu diceritakan secara tertulis, dan tujuannya serius, bukan humor. LALU KUADRATKAN APA YANG ANDA RASAKAN. 

Apalagi pas mata saia tiba di kalimat "ciuman itu manis bagai anggur dan madu." Saia resmi nyembur cekakak; deskripsi ini seakan loncat dari halaman dan terbang ke arah saia dikelilingi bunga-bunga ungu dan diiringi BGM nge-jazz plus sfx desahan. Aaaaah~♥

Vrey, saia dah kasih contoh juga. Tapi khusus dia, saia frustrasi plus-plus-plus. 

Plus pertama: for the most part, konflik Vrey bukan sesuatu yang riil. Pasca dapat jubah nymph, Konflik dia adalah, "Apakah saia pantas untuk love interest saia?" atau "Saia nggak mau kehilangan dia! Karena itu saia harus meninggalkan dia/bertingkah seakan saia nggak suka dia, supaya dia menjauh dan nggak mati karena melindungi saia." 

Saia sudah cukup melihat tokoh yang konflik utamanya seperti ini. Kelsey di Tiger Saga, Jace di Mortal Instruments... dan banyak, banyak lagi. Sayang memang melihat trope melodrama dalam kepala ini jadi konvensi tersendiri di dalam fiksi fantasi buat dewasa muda.

Menyangkut pertanyaan pertama, Si love interest udah bilang dengan jelas dia naksir Vrey apa adanya. Yang berarti, Vrey sebetulnya nggak punya masalah selain masalah yang dia bayangkan sendiri. Saia tahu ada yang namanya konflik man vs. self, tapi konflik ini beda dari konflik yang dibikin seorang tokoh di dalam kepalanya sendiri. Yang pertama itu masalahnya punya implikasi nyata. ("Saia harus behenti merokok, kalau nggak paru-paru saia rusak.") Yang kedua itu nggak ada implikasi nyatanya, karena masalahnya memang nggak ada.  

To be fair, sifat Vrey ini bisa konsisten dengan info yang saia dapat dari penulis kalau konflik perasaan Vrey berawal dari masa lalunya yang buruk, yang menyebabkan dia nggak mau percaya orang. Oke, tapi sekedar justifikasi belum tentu cukup untuk membuat pembaca jadi suka sama si karakter. Atau, kalau saia balik, pembaca belum tentu bisa menyukai karakter yang sikapnya membuat mereka turned-off, hanya karena dikasih alasan bahwa, "tokoh ini memang sifatnya begitu karena dia punya masa lalu jelek." We need more than that.

Plus kedua: takut orang yang ditaksir bakalan mati memang wajar. Terutama karena ada karakter di TM yang mati karena melindungi love interest-nya. Yang jadi masalah, cara pengungkapannya itu melalui perang mulut dan nangis, yang dimunculin berulang-ulang, sebelum diakhiri ciuman magis ala Holiwut. Yang sukses bikin saia nyengir Carly Rae Jepsen lagi.   

Plus ketiga: Vrey marah-marah setelah tahu kalau salah satu temannya ternyata... nggak seperti yang dia kira. Kita semua kesel kalau temen kita ternyata beda dari yang kita sangka, tapi INI, aduh.

Masalah saia, teman itu nggak mengkhianati Vrey, menghina dia, atau merugikan dia secara konkrit. Teman itu cuma 'berbeda'. Bayangkan pada suatu hari kita menemukan kalau teman baik kita--yang sudah pernah menyelamatkan jiwa kita, no less!--yang kita kira cewek, ternyata cowok yang menyamar jadi cewek. (Atau sebaliknya.) Kemudian kita ngambek, "OH NO! Kamu sudah mengkhianati aku dan tidak percaya aku sebagai teman!"

See what I mean? Buat saia, kemarahan Vrey ini sama sekali nggak ada alasannya. Saia tahu Vrey punya masalah kepercayaan karena masa lalunya. Tapi cuma crossdressing bukan justifikasi untuk ngambek dan bersikap buruk terhadap orang yang sudah menyelamatkan jiwanya DUA KALI, dan membantu dia mendapatkan harta yang dia idam-idamkan! Kalau dua hal terakhir ini nggak cukup untuk membuktikan bahwa si teman layak dipercaya, saia harus bilang, standar kepercayaan buat jadi sahabat Vrey itu ternyata tinggi sekali. Terutama kalau menimbang fakta bahwa dia sendiri adalah pencuri.

So to sum it up, Vrey menuntut orang ngasi kepercayaan Level 1000 ke dia sementara dia sendiri nggak bisa memberi kepercayaan ke orang lebih dari Level 10. Jujur, Vrey menuntut terlalu banyak dari saia sebagai pembaca; kalau ini adalah ujian untuk jadi sahabatnya, saia sudah gagal secara spektakuler, dan saia nggak menyayangkan itu.

Tapi tentu, saia bisa melihat ini dari sudut pandang lain. Saia bisa ngukur tingkah laku Vrey pake pakem RPG bahwa at some point, harus ada event perpecahan antar sahabat. Seremeh apapun alasannya. 

Satu lagi karakter yang bikin saia frustrasi adalah Putri Ascha. Saia nggak punya masalah dengan tokoh putri yang tingkah lakunya antik. Tapi seantik-antiknya, tolong ingat kalau antik itu nggak sama dengan seenaknya. Bahkan orang-orang di Lavanya juga mencap Putri Ashca "seenaknya!" (Chronicle, Hal. 198)

Masalah pertama saia dengan Ashca, udah saia kasih tahu di atas. Dia nggak berhati-hati ngasih akses ke fasilitas negaranya. 

Lebih bikin bete lagi, pada dua dialognya, saia mendapat kesan dia loncat ke pertarungan bukan selalu karena dia harus bertarung, tetapi untuk membuktikan bahwa dia bukan putri lemah. (Chronicle, hal. 176, 185)

Siapa yang udah pernah main game Resident Evil 4 atau Resident Evil 5? Ingat nggak betapa melelahkannya bagian dimana kita harus ngelawan musuh sambil ngejaga Ashley atau Sheva? (Ashley dengan full armor + Leon dengan Chicago Typewriter nggak dihitung, BTW.)

Sama dengan ini. Dear Ashca, saia tahu dikau bisa berantem. Tapi BISA nggak berarti dikau HARUS. MUNDUR nggak berarti LEMAH. Mengutip ucapan seorang Darth Vader impersonator dari sebuah video gag, "The Force is with you, but you don't have to use it EVERY TIME!" 

Kalau Ashca menyingkir, dia akan mengurangi beban semua orang di sana. Meski dia bilang dia ga perlu dijaga, semua orang pasti menjaga. Bukan karena mereka menganggap dia lemah, tapi karena mereka tentara kerajaan. Menjaga dia itu tugas mereka. 

Lagipula, bagi seseorang yang seharusnya punya kedudukan sebagai PUTRI, mana yang lebih penting: menunjukkan bahwa dia nggak lemah, atau mengurangi beban prajuritnya?

Sekali lagi, untuk semua orang yang mau bikin karakter putri pemberontak atau cewek kuat, hati-hati. Badassery, kemampuan berantem, dan penegasan terus-menerus bahwa "Saia bukan putri lemah!" TIDAK dengan sendirinya membuat karakter bisa disebut KUAT. Satu contoh putri pemberontak yang saia kira likeable ada di Brave. Di film ini, Merida sang putri klan DunBroch harus membenahi akibat dari pilihannya yang serampangan dan tidak bertanggungjawab, tanpa kehilangan sifat-sifatnya yang antik. 

Barangkali karakter Ashca adalah gugatan terakhir saia untuk serial ini. Untuk karakter lain, saia nggak mendapati terlalu banyak keberatan. Yea, termasuk sehubungan dengan protes yang banyak saia dengar, yang bunyinya, "Cowok nggak mungkin nyamar jadi cewek selama 3 tahun dan tidak ketahuan!" 

Well, think again. 

Kurang puas sama tautan di atas? See the guy's portfolio.

Yep, Andrej Pejic itu laki-laki, dan dia modeling untuk pakaian perempuan. Selama 4 tahun. Dan masih terus sampe sekarang. Kalau dia saja bisa, saia nggak lihat alasan kenapa karakter fiksi fantasi tidak bisa. Yang bisa dipertanyakan mungkin apakah ada cewek yang bisa benar-benar cinta--bukan sekedar tertarik melihat--cowok yang lebih cantik dari dia. Tapi itu udah perkara selera ceweknya. Jadi nggak akan saia bahas lebih lanjut.

Saia juga bersimpati untuk Desna, bodyguard Putri Ashca yang menderita dangdut karena majikannya yang serampangan. Soalnya saia tahu beratnya kerja untuk orang yang seenaknya sementara saia yang harus bersih-bersih. 

Karakter favorit saia, seperti saia bilang, Chuck Norris Karth. Porsi dia nggak banyak-banyak banget sebetulnya, tapi dia layak disebut karena akhirnya, saia melihat ada karakter cowok yang perilakunya lumayan sehat dengan hubungan cinta yang juga relatif sehat di dalam cerita fiksi fantasi dewasa muda. 

Gambaran singkatnya, dia ini pembunuh pro dengan keseharian ceria. Dia juga sangat menjaga teman setim. Plus dia nggak memaksakan diri ke cewek yang dia taksir. Dia tahu cewek itu suka orang lain, tapi dia gak jadi bajingan pemaksa atau drama queen sok angsty kayak banyak sekali hero/heroine di novel fikfan dewasa muda. Yang dia lakukan adalah, sambil sesekali godain cewek itu dengan cara yang sopan, dia memposisikan diri sebagai teman dan rekan yang bisa dipercaya dan bisa diandalkan. Singkatnya: dia bad-ass, dengan kepribadian yang nggak jerk-ass. Me gusta.

Karakter lain yang saia suka adalah Laruen. Beastmistress yang berusaha melakukan apapun untuk orang yang dia suka. Sifat terakhirnya itu kadang agak bikin "Hah?" terutama karena alasan terakhir itu bikin saia merasa dia dipaksa skenario untuk jadi penjahat ke Vrey, dan sempat bikin dia punya tendensi bunuh diri di Genesis. Pun saia sebetulnya lebih kepengen liat kekuatannya dia sebagai beastmistress. Apa daya, pasca buku 2 dia malah jadi archer biasa.

Tapi sifat Laruen yang saia paling senang adalah dia nggak pernah menyerah. Mau sh*t happens kayak apa juga, dia selalu berusaha untuk menguatkan diri dan melakukan apa yang harus dia kerjakan. Ketika salah satu sahabat terbaiknya mati di tengah misi, dia nggak lama-lama bersedih. Dia  melanjutkan tugasnya. Ketika cowok yang dia taksir nempel ke orang lain, dia nggak sibuk meratapi kehidupan cintanya. Dia cuma nangis kira-kira tiga halaman, dan setelah itu, bangkit.

Makanya saia agak sedih dia nggak lebih ditonjolkan--dan malah ditelikung jadi "cewek yang jadi jahat ke tokoh utama karena nggak bisa dapat cowok yang dia taksir, soalnya cowok itu naksir tokoh utama."

Saia tambah sedih ketika rekan Laruen menawarkan diri jadi ujung tombak lawan Dedengkot Penjahat. Soalnya, sikap Laruen benar-benar bagus di sini. Dia bukannya berteriak "Jangan! kamu nggak boleh bertarung karena saia nggak mau kehilangan kamu!" seperti yang dilakukan Vrey. Dia langsung mengajukan diri jadi support dan backup.

*sigh* 

Kenapa oh kenapa?

Menimbang semua hal di atas, saia merasa ada 3 catatan yang perlu diperhatikan calon pembaca TM. Pertama, serial ini sebetulnya satu cerita, jadi kurang afdol kalau nggak dibaca empat-empatnya. Yang serius mau mengikuti mungkin harus rela sedikit nguras kantong, atau urunan beli sama teman dan saling pinjam. 

Kedua, alur cerita dasarnya oke. Beberapa karakter juga likeable. Tapi keseluruhan dunia TM dihidupkan pake pakem RPG. Ini berpotensi memancing banyak reaksi mulai dari cengar-cengir Carly Rae Jepsen, nyumpah-nyumpah, sampai pengen ngelakuin Rider Kick ke bantal yang ditempelin muka salah satu karakter. Kalau diibaratin baju, jahitannya rapi. Modelnya okelah. Cuman sambungannya dijahit pake string cheese, bukan pake benang. 

Di lain sisi, hal ini punya daya tarik tersendiri karena nilai nostalgia terhadap JRPG lawas. Semacam narm charm, mungkin.      

Ketiga, kadar percintaannya lebih manis daripada puding stroberi dihiasi gula-gula kapas. Eksekusinya pun agak menjurus opera sabun colek warna pink. Buat beberapa orang ini ga papa, tapi buat yang punya gen diabetes dan alergi sabun colek, disarankan berhati-hati. Saia termasuk yang terakhir. Tapi toh saia survive, walau memang saia seing banget nyengir karena pink-nya nyampe critical point.  

Jadi, saia merasa serial ini worth reading. Bukan jenis yang "OMGWTFBBQ KEREN!" tetapi pastinya bakalan saia ingat. Buat yang sudah baca tiga poin di atas dan berpikir, "kayaknya bukan selera gue," saia sarankan paling nggak pinjem buku pertama dan kedua dari teman. Kalau nggak suka, anda sudah dapat sesuatu dengan membaca bagian terbaik dari kisah ini. Kalau suka, dan terutama membaca karena percintaannya yang begitu pink, teruskan sampai buku terakhir; saia yakin anda akan mendapatkan bacaan yang cukup aaaaaah~.  




Luz Balthasaar
Vestal Lv. 130 need grup quest "Berburu Eldynn Pedangdut." PM Me Maybe ♥

22 komentar:

FA Purawan mengatakan...

Epic review, I'll say, setelah sekian lama fikfanindo kosong, hehehe :)

Anyway, saya belum baca semuanya baru buku 1 saja, sehingga nggak berkometar lebih jauh dulu, sekalipun idenya dapet, dan apa yang tertuang di buku 1 kayaknya sinkron dengan penilaian Luz.

Satu komen aja mengenai kategori Young Adult. Ini kategori lagi naik daun, dan kayaknya fantasy lokal cukup potensial masuk ke sini, dengan mempertimbangkan rentangusiasebagian besar penulis/ calon penulis prosuktif dalam genre fantasi lokal.

Ada yang menarik dari genre ini, dengan melihat kecenderungan dari beberapa novel: Hunger Games dan Divergent/ Insurgent, Percy Jones, Mortal Instruments dll. Yaitu dalam pengolahan bumbu 'seksualitas' dalam cerita.

Novel-novel di atas, sekalipun plotnya ada mendekat ke arah seksualitas (sesuai dengan usia para tokohnya yang sudah mulai kenal konsep ketertarikan pada lawan jenis/ sesama jenis), namun cenerung menghindari perilaku seksual (promiscuity) secara langsung ataupun tak langsung.

Aku sedang menyadari hal itu dalam novel Insurgent yg lagi aku baca sekarang. Si tokoh beberapa kali berada dalam jangkauan kontak seksual, berciuman, tidur bareng, dsb, tapi somehow plot selalu 'menggagalkan' pasangan itu dari perbuatan esek-esek yg beneran.

Sepertinya, pengarang 'melindungi' tokoh-tokohnya dari perbuatan seks di bawah umur (at least di bawah 20 tahun, kali ye?). Dan sekedar menyodorkan hubungan percintaan yang 'clean' aja.

Gue lagi mikir, apakah ini semacam kesadaran para pengarang sendiri, atau memang ada suatu konformitas terhadap konvensi; kalau mau disebut kategori Young Adult, maka please no sex in the story! (mungkinkah ada asosiasi genre yang bisa menetapkan aturan macam itu?).

Di kita, dih, peraturan semacam itu memang tidak ada. Tapi kita memang sudah kadung sensitif terhadap SARA, sehingga mungkin sudah jadi self control pengarang. Bukan induced by community.

Balik ke TM, apakah mengikuti pakem yang sama? Kayaknya iya, ya?

FAPur

Luz Balthasaar mengatakan...

Nyar ~

Soal seks di YA, saia netral; mau sampai outright seks atau cuma diliatin sampe ciuman doang, terserah.

Kalau handlingnya (sangat) bagus, dia bisa menyampaikan pesan bahwa seksualitas bukan sesuatu yang 'kotor' dan layak dihakimi; itu sekedar pilihan, yang harus dibuat dengan kesadaran tinggi, pengetahuan cukup, dan tanggungjawab.

Sayangnya, yang saia temui lebih sering handlingnya jelek. kalau gini ada potensi persepsi anak-anak baru gede ini terdisitorsi. Apalagi kalau sampe eksplisit promiscuity.

Ini nggak ada kaitannya dengan moral dan budaya Indonesia, mind you; ini berkenaan dengan kendali nafsu si pengarang sendiri. Di US, Aussie, Jepang, dan Korsel pun, penjualan adult material itu sangat strict.

In the end, kalau pengarang mau masukin unsur seksualitas di YA please, at least try to handle it well. Kalau dia ga bisa handle it well, saia sepakat sama Om. Mending ga usah deh.

Archie-The-RedCat mengatakan...

always learn a lot from a review ^^
thank you~

saya sendiri cuman punya buku pertamanya.. soalnya setelah baca, ternyata bukunya ngak sesuai selera.. apalagi ada empat, lumayan berat dikantong huhu

untuk buku pertama awal-awal kesulitan membaca bukunya karena banyak hal-hal tidak masuk akal yang menggangu, apalagi saya nggak main RPG, jadinya banyak merasa kesal dan frustasi.

tapi untuk gaya penulisannya saya merasa perkembangan, dari awal yang cara penulisan dan tata bahasa sulit dicerna, perlahan-lahan jadi lebih kasual/praktis.

dan rasanya sang penulis sedikit mengalami syndrom 'penulis fanfic' dalam artian
tokoh yang ingin ditonjolkan penulis/favorit penulis, mendapatkan segala macam kelebihan dan intrik plot yang karena harus terjadi, jadinya malah merusak pengkarakterisasian dan common sense.
(kalo ini fanfic, that kinda stuff are okay.. namanya juga fanfic gimana maunya penulis weh... GodMod)

sedangkan side karakter yang kurang dapat 'perhatian' dari sang penulis,malah kadang mempunyai karakterisasi yang lebih wajar, background story yang lebih berpotensi, dan lebih menarik apbila dijadikan tokoh utama..

mmm mungkin kalo diumpakan seperti
Isabella swan, dan Alice di Novel Twilight Saga.

dalam novel TM mungkin Vrey dan Lauren.
Vrey rasanya terlalu spetakuler sampe saya sebagai pembaca merasa Vrey sangat Fiksi. jadi tidak bisa mengagap permasalah2 dia real, dan bersimpati terhadap karakternya.

saya malah bersimpati pada Lauren yang rasanya memiliki permasalahan dan kesulitan yang lebih masuk diakal.

tapi salut banget deh sama penulis, biasanya kalo novel fantasi yang di tulis orang indonesia sekuelnya lama kemudian baru muncul..
jangan kan orang indonesia, orang luar juga kayak gitu..
tapi ini 4 buku keluar bertubi-tubi dalam jarak yang lumayan singkat.
that is awesome..

Luz Balthasaar mengatakan...

Uwah Mbak Archie *sungkem*

Ternyata sesama pendukung Laruen, hehehe *malu*

Un, saia juga merasa sih, Vrey sedikit terlalu di 'atas'. Cuma saia rasa dia nggak ditinggikan sampai sebegitunya hingga ngerusak seluruh tatanan cerita. Kalau saja sifatnya dia sedikit lebih baik, misalnya dia punya satu atau dua redeeming quality, kayaknya saia akan lebih bisa terima.

Melody Violine mengatakan...

Meridaaaaaaaa #disambitbiardiem

*komentar gaje dimulai*

another princess-lesson from Ascha, noted :3

karena (walaupun udah lama punya) belum baca TM, Vrey dalam bayangan saya masih versi Le Ciel and she's fine, ga ngambek lebai gara2 temennya crossdressing =))

tapi saya belum punya TM Genesis, jadi kayanya bacanya tunggu punya Genesis aja :v :v :v

sabun colek pinky... setidaknya ga adegan terakhir di vidklip Call Me Maybe gada di TM kan? xD

masih agak bingung, jadi ceritanya dimulai dengan motif pribadi, masuk ke konflik negara, trus konflik bumi-langit :-?

Luz Balthasaar mengatakan...

setidaknya ga adegan terakhir di vidklip Call Me Maybe gada di TM kan? xD

Hohohohohohohoh~ kalau ga ada, kira2 kenapa saia bisa senang sekali pas nulis ini?

Klo alur cerita, kurang lebih gitulah. Kayak RPG lawas, konflik pribadi jadi berujung ke save the world. :3 Baca aja, sayang tuh dah punya ga dibuka2.


Anggra mengatakan...

Imo, penerapan pakem RPG ini sepertinya ga disengaja. Emang salah satu tantangan besar penulis fantasi yang juga gamer adalah mindset logika RPG.

Hum... Saia juga merasa dipanggil untuk konfirmasi intoxicated, err... Saia ga bisa komen apakah ini hole atau bukan hole. Tapi saia setuju dengan Signora Luz. Alkohol itu juga bisa disebut racun. Di dunia nyata

Hnah, permasalahan di sini, yang dimaksud penulis dengan "racun" itu apa? Sebab obat-obatan seperti elixir/potion/blablabla-yang-pasti-ada-di-TM itu pun racun. Kalau di dunia nyata. Disebut "obat" karena diberikan dalam dosis tertentu. Tapi yea, sekali lagi ini adalah logika dunia nyata. Saia ga tau di TM ini logikanya gimana. Kalau emang hukumnya sama dengan dunia nyata, berarti para Elvar di TM ini bahaya banget kalau sampe sakit. Ga bisa dikasih obat~ ^^;;;

Maka dari itu, saia lebih suka nyebut bagian ini, kurang penjelasan...

Tapi gimanapun banyak bolongnya, I like TM. Ga rugi saia nguap2 dan merinding disko. Karakter dan ceritanya cukup memorable. Banyak kekurangan yang disebutkan dalam repiu ini yang terlewat oleh saia waktu baca. Bukannya ga nyadar sama sekali sih, tapi nampaknya saia memaafkannya dengan mudah. Mwahahaa~ Jelas ini bukti bahwa saia menikmati. Hal yang sangat jarang saia temui bila membaca fikfan lokal yang sudah ada.

Good repiu btw. Lumayan dapat selingan cuci mata ganteng ~<3 dari vidklipnya Carly Mae
*disiram air sabun setangki*

Shienny M.S. mengatakan...

Yeah~ akhirnya saia bisa reply juga di sini (kemarin waktu repiu ini tayang saia masih terdampar di pulau kecil nun jauh dari surabaya ^^ )

Pertama-tama terima kasih banyak untuk sis Luz, sang repiuwati, yang sudah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membaca, mengapresiasi, dan menuliskan review buat novel saia ^_^ Terima kasih juga untuk om Pur yang sudah berkenan menampung novel saia di blog ini (pssst... sebenarnya salah satu harapan saia dulu waktu menulis novel ini adalah... bisa terbit lalu direview di FikFanIndo! XD)

Selama proses belajar menulis saia banyak sekali belajar dari repiu2 yang dipajang di blog ini, tentunya repiu spesial ini menjadi bahan berharga bagi saia untuk berkarya lagi ^_^

Anyway terlepas dari kekurangan yang ada, saia senang novel saia dapat menghibur pembaca (termasuk repiuwati sendiri ^^) seperti halnya saia yang terhibur saat membaca repiu ini X3


Best Regards,

Shienny M.S

Belajar Gitar mengatakan...

wooww,,,mantapp..makasih..

Luz Balthasaar mengatakan...

@Sis Shienny, sama2 dan makasih dah membantu pembedahan karyanya. Intinya memang itu--apakah suatu karya entertaining atau nggak, dengan segala kelkuatan dan kelemahannya. Kalau entertaining, berarti mission accomplished buat penulis. Kekurangan-kekurangan yang disebut oleh repiuer/tukang tumis terasi adalah sekedar bahan telaahan untuk bikin karya berikutnya lebih oke. :3

FA Purawan mengatakan...

....Terharu,....

Ternyata Shienny harus menebus 1 review di fikfanindo dengan menulis empat buku!

(mencambuk diri sendiri atas kekejaman dunia review fantasi lokal di fikfanindo ini)

wkwkwkwk

endeperdian mengatakan...

akhirnya setelah berbulan2 menunggu, review yang dijanjikan muncul juga...
thx,

hanya saja, koq penamaan tokoh tidak di bahas, y? biasanya di review lain di bahas.
apa karena mbak luz menganggap penamaan di novel ini tidak penting untuk dibahas?

Luz Balthasaar mengatakan...

@endeperdian, Benar. Memang nggak penting ngebahas naming untuk serial ini.

Saia nggak selalu bahas naming, lagipula. Saia cuma bahas itu kalau sangat mengganggu atau bagus secara khusus aja. Atau kalau ga ada hal yang lebih menarik untuk dipehatikan.

Kalau di TM, saia nggak merasa perlu dibahas karena memang nggak mengganggu, dan nggak secara khusus unik. It's a perfectly serviceable list of names.

Lagipula, naming bukan poin paling menarik dari serial ini. Poin paling menariknya adalah penggunaan pakem RPG.

Anonim mengatakan...

Ripiu satir penuh komedi dengan penggunaan link TV Tropes, hurricane of puns, and appropriate internet meme gags?!

THIS. THIS IS SO ME GUSTA.

Dan untuk bukunya mbak Shienny sendiri, maaf ya, it's not my cup of tea >_< Meski saya suka fantasi tapi saya masih sedikit kecewa karena alasan yang sudah dikemukakan review ini: satu cerita dibagi empat buku. Rasanya klimaksnya nggak dapet, gitu. Jadinya males beli buku selanjutnya, takutnya dikecewakan karena hal yang sama :)

PS: mbak ripiuwati, bolehkah saya pinjam kata 'terpaksawan' itu untuk dimasukkan ke dalam draft saya? *shot*

Luz Balthasaar mengatakan...

Woh! Ada Anonimwan/Anonimwati/Anonimwanti berkunjung!

Makasih sudah menyukai repiu ini. Soal pinjem kata, kata bukan milik saia. Tapi alangkah baiknya kalau kata2 dari blog ini digunakan dengan niat baik/niat busuk yang diakui jujur, dengan kesadaran penuh atas konteks penggunaannya, dipadukan dengan tatacara yang tepat, dan pada situasi yang tepat pula. ^^

ndp mengatakan...

sebenarnya aku termasuk rajin berkunjung ke blog. ini. berharap dapat membaca review2 terbaru dan komentar-komentar cerdas.

ndp mengatakan...

om,izin buat link dari blog ku ke blog ini, ya...

FA Purawan mengatakan...

@nd perdian, monggo silakan :)

T.R.N mengatakan...

Satu hal yang saya dapet dari review ini dan sampul: kayaknya ni buku banyak bishonen-nya yak?

*pasang muka mupeng di sini*

Tapi setelah lanjut baca dan tahu kalau klimaks ceritannya nggak gitu dapet, minat saya jadi agak kurang deh. Tapi minat saya malah nambah buat baca review-review lain di sini. Kali aja sekocak ini. Thanks lho reviewnya. Saya ngakak.

zetre mengatakan...

At least, saya punya semua bukunya (beli kemarin dan habis sebuku sehari rata-rata), baca buku pertama sepintas jadi inget timnya Roan Yuufa dkk dan endingnya pun ternyata mirip-mirip. Menurut saya sih worth to be read lah, genre fantasinya easy reading sana sini dan memang diharapkan di cerita fanfic sebagai hepi ending story, tapi yang ini kelewat sweet hepi endingnya. Banyak event berlangsung di dalam cerita merupakan beginner luck, mereka semua dapat apa yang mereka butuhkan atau mau pada saat yang tepat, so sweet.
last but not least, lumayan lah nambah stock bacaan fanfic dan mengobati rasa kangen ku terhadap MMORPG dan storynya

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Mizuki-Arjuneko mengatakan...

Yang Recollection nggak dipublish di sini, Mbak? Hehehe... Udah lama sih. Tapi...waaa apa akhirnya blog ini memberlakukan jadwal update sekali setahun? *glundungan. Only Humannya kapan hayoh *nagih janji XD


Aku baru beli Discord ama Genesis (yg Revelation sama Chronicle agak susah carinya). Discord so far so good. Dan yeah saya nyengir di adegan ciuman anggur2 itu XD *mungkin alasanku beli adalah untuk membuktikan review di atas. Ternyata sampai halaman 250-an, tak seburuk yg kukira. Jadi nyesel aja kok telat banget baru baca XD *pertama malah cuma punya Love Anthology hasil give away, jadi ini ceritanya menikmati THer Melian secara flashback! XD

Masalah penggabungan magitek itu memang rumit ya, Mbak. Sebagus apapun setingannya, pasti pusing sama logika. Misalnya di sini, udah ada airship macem2, tapi tekno komunikasinya masih pakai burung pengantar surat segala? *apa tekno di TM ini sejajar dengan tekno waktu perang dunia II mungkin? @_@