Rabu, 11 November 2009

DUNIA ARADIA (Primadonna Angela - 2009)

By FA Purawan

Data Buku:


Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Editor: -
Desain dan ilustrasi sampul: maryna_design@yahoo.com
Tebal: 257 halaman



~ Chicklit. A great wave that stirred and shaked the literation world, once, and forever. Boldly go where no man has gone before... ~

He he he. Kalo dunia penerbitan ditanya buku-buku apa yang paling KEREN? Jawabannya bisa saja: Buku Fantasy! Tapi kalo ditanya buku-buku apa yang paling LARIS? Dijamin, jawabannya pasti Chicklit! (Atau Teenlit, walau *harusnya* ada perbedaan antara keduanya)

Emang, Chicklit sudah seperti Ratu-nya (atau Puteri-nya?) toko Buku. Dengan proporsi space rak yang makin luas serta makin prominent (diposisikan secara strategis) dari waktu-ke waktu, membuktikan bahwa genre ini tak pernah kekurangan pasar, sekaligus membuat 'iri' genre lainnya (Fantasy termasuk, hayo ngaku! hehehe); apa sih yang bisa membuat buku-buku ini lancar jaya hilir-mudik di konter kasir?

So, muncul deh, ide brilian itu: Gimana kalo ngegabungin Chicklit dengan Fantasy? Kita bakal dapat buku KEREN yang sekaligus LARIS dong?? Wuhuy, bling-bling-bling!

Well, ini attempt ketiga yang kutemukan semenjak Nocturnal (Poppy D. Chusfany) dan Aerial (Sitta Karina) yang berusaha memadukan dua 'kekuatan' dalam dunia literasi komersil menjadi satu paket. Kalau dalam review terdahulu, Nocturnal menduduki posisi bagus. Aerial, belum saya review (upcoming, maybe, setidaknya dari rekan co-reviewer?). Bagaimana dengan Dunia Aradial... ups, Dunia Aradia?



Dunia Aradia karangan novelis Primadonna Angela menceritakan kisah seorang Ratu Penyihir di setting universe yang Chicklit-sangat.

Well, gini loh. Tokoh utamanya Chicklit banget (Cewek in the prime twenties, certain beauty, single and available, has all the money to spend, has her 'style' --walau sedikit berbeda dari taste kebanyakan-- dan untuk meneguhkan taste Chicklitnya minimal satu merk adibusana yang appropriate *harus* numpang lewat, possess something extra ordinary, dan related to some celebrity: ibunya)

Tokoh protagonis cowok juga tipikal Chicklit (ganteng, metrosexual look, tampang jauh dari lokal, dan dari 'luar buku' aja rasanya udah bisa kecium wangi parfumnya, dan most of all: eksis hanya untuk si tokoh utama seorang).

Eksistensi para tokoh juga Chicklit (simple, shallow. Cukup 'alive' untuk menghidupkan cerita, sih. Tapi gak sekompleks dan sedalam yang seidealnya, menurutku.).

Cara si tokoh utama memandang Dunia --walau kadarnya tak terlampau kental, yang artinya masih memiliki lebihan dibanding rata-rata-- juga Chicklit (semua hal terpusat pada dirinya seorang, as if no other existence drove the plot), Cara si tokoh menyelesaikan masalah juga berasa Chicklit (masalah selesai dengan 'mudah', tidak terlalu membutuhkan berbagai preparasi yang biasanya dialurkan sejak awal dalam plot, not so much personal development).

And even, OMG ('hate to say it...) --THE COVER!-- berasa Chicklit Alamak.

So, yeah, kalo kita strip-off everything 'Fantasy' yang ada di buku ini, maka gue cuma dapat a typical Chicklit. Not for me, iya lah. Dan it makes this novel beda posisi dengan Nocturnal di mata gue.

But let's not judge hastily. Kita di sini mau belajar. Dan for info, novel Dunia Aradia ini adalah buku kelima belas yang diterbitkan oleh Pengarang. Sudah ada empat belas portofolio berjajar di belakangnya. Okay, yeah. Mostly Chicklits. Tapi experienced writer she is, nevertheless.

Mari kita lihat apa yang bisa kita pelajari.

Seperti aku bilang, saat seluruh aspek Fantasynya disingkirkan, buku ini memang tak lebih karya Chicklit konvensional. Sekarang let's put the Fantasy factor back. Dan harus diakui, factor ini cukup dikembangkan secara mumpuni oleh Pengarang.

Universe Dunia Aradia adalah universe metropolitan terkini dengan dunia penyihir secara paralel hidup bersama di dalamnya. Sedikit menyerupai universe Harry Potter, with a feminine touch (giggle). Apa yang disusun atau dikonstruk oleh Pengarang dalam universe ini tak terlalu orisinal, sebetulnya. Ada kesan mengambil bit by bit dari setting Fantasy yang sudah ada, dikumpulin dan dicompose menjadi suatu dunia Aradia yang cukup solid.

Satu hal yang menarik, Pengarang menetapkan bahasa Inggris sebagai 'Bahasa Sihir' di universenya. Konsisten dengan referensi nama Aradia 'Morgana', serta referensi Wicca yang dipergunakan, tampaknya Pengarang mengambil sari sistem universe sihirnya dari tradisi Celtic atau Anglic sana, gak jauh-jauh dari Harpot, dan jadinya sama-sama memoyang ke referensi King Arthur dan Camelot (Itu lho, mbah Merlin yg jadi guru besarnya. Walau, Harpot series pakai bahasa latinesque buat mantra-mantranya). Menurut gue ide sederhana tapi mengena dengan tepat.

Ya gak papa, ngambil dari yang sudah ada. Dengan demikian pengarang malah bisa menyusun settingnya secara lebih mendalam. Dan saya pikir, penerapan setting sihir di dalam novel ini tereksekusi cukup bagus. Terutama dari pemilihan mantera sihir yang gak asal dan bernilai sajak, lumayan.

Look at these:
Bring me two shades of story
remove me from any worry
into another dimension, I go, and you go
into another realm we move, to and fro
But this time, I'm bringing the key
But this tima, I can't and won't bring us back to our reality

Kemudian naming system. Yah, gak rumit-rumit sih, straight forward sebagaimana dunia sehari-hari. Dan Khas Chicklit banget. Yaitu nama-nama berbau Barat abiss (maksudnya sih metropolic names, hehehe. Emangnya bener ya Chicklit *wajib* using metropolic names?) liat aja nama: Jasper, Seth, Sylvan (tapi emang mereka gak murni orang lokal juga sih, heheh). Yah secara setting sih cukup masuk ajah, gak ada keberatan dari gue. Catatan untuk kakaknya Aradia, ada dua nama yang dipakai, entah typo atau sengaja: Eir dan Erin. Tidak ada penjelasan dari Pengarang.

Sistem logika, well. Apa yang lo harap dari Chicklit? Gimana ya. Seakan-akan sudah ada 'pakem' yang dipatok buat genre ini: Jangan bikin pembaca mikir terlalu berat (I don't know why Chicks seemed to be held against using their grey matters), so logika apapun yang berjalan di dalam novel ini adalah yang ringan-ringan aja. Sekedar membuat cerita berjalan smooth, tanpa harus terlalu menantang. Padahal kalo mau dilihat di sisi logika sistem sihir, sudah cukup kompleks dan genap Pengarang men-setnya. Yang penting pengarang berhasil membuat saya menikmati bacaannya tanpa perlu bertanya-tanya koq-gini-koq- gitu. Jelek? Ya nggak selalu, lah. Ringan kalo solid malah bagus, toh.

Lantas apa yang masih perlu dikritisi. Lha ini. Hal ini juga sempat bikin saya sedikit bingung, koq pengarang rada missed di part ini, ya: PLOT.

Well, Chicklit atau bukan, mustinya Plot harus bagus, dong. Dan itu adalah something universal. Pembaca pasti ingin dibawa menyusuri sebuah alur yang worthy of reading.

Plot Dunia Aradia inilah, yang gue nilai, kurang begitu baik dieksekusi. Cerita yang cuma 250 halaman memiliki alur yang terasa nggak fokus. Bukan soal paralel side stories, lho ya. Melainkan justru ga terasa adanya tema besar yang mengikat buku ini menjadi suatu 'cerita'. Secara ekstrim, saya bisa membagi buku ini dalam tiga potongan besar episode berurutan: Aradia The Queen of Witches, Aradia with (beautiful, metrosexual) Men, dan Aradia versus Shadowlords, dan ketiganya biarpun berurutan, gak terorganisir sebagai satu rangkaian kesatuan. Tiga hal itu sepertinya klip terpisah aja.

Memang ada benang merah cerita, tentu saja. Tapi at least saya expect ada situasi yang bisa dipertukarkan antar episode tadi untuk membuat plot lebih gurih, misalnya ancaman Shadowlord harusnya sudah terasa di bab-bab depan. Dengan peristiwa apa gitu kek, atau dalam rapat majelis paduka Ratu, gitu? Dan bagaimana peristiwa-peristiwa di bab awal punya signifikansi di bab-bab belakang.

Kalau di buku ini, tiga potongan besar itu terasa berlangsung sendiri-sendiri, sehingga terus-terang saja saya merasa urusan Shadowlord, misalnya, nongol tiba-tiba di halaman 137. Lho, padahal dalam setting ditetapkan bahwa antara kaum Shadowlord versus Penyihir sudah 'berseteru' selama ribuan tahun. Sementara di halaman-halaman depan, gak terasa tuh tingkah laku Aradia sebagai seorang Ratu Penyihir yang (suppose to be) punya peran mengawasi musuh-musuh kaumnya secara ketat. Dan dia bisa 'nggak tahu' beberapa knowledge inti mengenai shadowlord? c'mon!

Well, itu juga akhirnya yang membuat plot holes dan some logical holes mencederai buku ini. Oke lah, untuk Chicklit, shallowness semacam itu mungkin masih bisa diterima. Tapi kalo untuk Fantasy, sih, rasanya jadi cacat yang mengganggu, ya. Terus terang aja saya ngak bisa 'menerima' sebuah peran Fantasy (Ratu Penyihir) yang job descriptionnya ternyata cuma menjadi wasit pertengkaran antara dua penyihir memperebutkan cowok. Atau jadi mentor penyihir pemula.

Emang, Fantasy cenderung sangat berserius-serius diri, apalagi terhadap setting. Terlalu serius? Hehehe. Iya kali ya? Soalnya 'forte'nya Fantasy memang adanya di penciptaan universe. Sehingga pengarang Fantasy gak mungkin gak serius dalam hal itu. Setidaknya, setiap elemen setting harus punya alasan atau landasan cause-effects. Contohnya, ada jabatan Ratu, berarti 'cause'nya adalah ada (sistem) Kerajaan, sementara Kerajaan eksis be'cause' ada kaum dan wilayah yang perlu pengaturan dan 'effect'nya jadi ada hirarki. And so on and so on.

Kalau di Dunia Aradia, elemen setting semacam itu kurang tergali secara maksimal, walaupun saya yakin pengarang sudah menciptakan strukturnya secara cermat. Mungkin karena keterbatasan halaman, mungkin juga karena desain plotnya (or the lack of it?), mungkin karena karakter genrenya yang nggak memerlukan pendalaman semacam itu? Tapi suwer, gue jadi geli waktu dibuku ada kalimat: "JK Rowling adalah Queen of All Witches, bertahun-tahun sebelum Aradia". Lho ini gimana, sih? Ini posisi Ratu koq mirip sama posisi ketua arisan ibu-ibu? Padahal di lain pihak, ketika pengarang demikian erat menyulam dunia sihirnya dengan kehidupan kita sehari-hari, dunia rekaan Pengarang jadi instantly memiliki impact yang luas, make believe yang menjadi mudah berhasil.

Ketidak sinambungan plot juga memiliki efek negatif berupa informasi yang seolah sekonyong-konyong muncul, sehingga bahkan saya sampai mengira telah terjadi kesilapan editing. Misalnya tentang Shadowlord di atas. Gimana ya? Apakah memang sudah tuntutan genre? Bayangkan bagaimana rasanya membaca sebuah novel yang berisi adegan belanja-belanji, atau lirak-lirik cowok, atau kepusingan urusan domestik di depan, lalu ujug-ujug switch situasi genting bersama Darklords? Kalo ungkapan bodoh gue sih: What The ****???

Lalu salah satu yang cukup membuat kening saya berkerut: informasi bahwa leader Shadowlord yang tadinya disangka ayah Aradia teryata saudara tiri ayahnya. Pivot point sedahsyat itu cuma hadir melalui beberapa kata di halaman 241, dalam bentuk diceritakan pulak. Ouch. There goes the excitement.

Nah, bicara mengenai 'diceritakan', saya juga harus berkomentar pada cara pengarang bercerita. Well, ini bukan masalah penulisan semacam skill bikin kalimat, skill pemilihan kata dll, yang Pengarang sudah pasti mumpuni, lah. Tapi pada pilihan 'gaya' yang digunakan Pengarang untuk bercerita.

Apakah terpengaruh oleh tradisi Chicklit juga? Gak tau deh. Tapi saya merasa bahwa banyak penceritaan naratif, much like gossipers telling stories. Harusnya nggak aneh, sebab teknik seperti ini sangat wajar dilakukan. Tapi suatu 'feel' yang terasa gak pas di sini, cukup banyak adegan kunci berlalu tak seperti kita mengalaminya langsung, melainkan seperti diceritakan oleh orang lain.

Akibatnya jadi terasa kurang seru. Bahkan sampai tingkat mengesalkan (untuk diri saya). Contohnya saat adegan klimaks... wait. Come to think of it, jadinya nggak ada adegan klimaks! Lha wong adegan klimaksnya: si Aradia bertempur, diserang, pingsan dan... pindah bab. Masuk Epilog, semua udah beres. Diceritakan bahwa si Jasper anu-anu-anu ... tapi itu bukan adegan langsung, itu secondhand opinion.

Gak puas?? Jelaslah! Tapi aku jadi mikir, sekali lagi, apa karena realm-nya adalah Chicklit maka norma semacam itu jadi biasa? Aku mikirnya gini: pembaca chicklit mungkin nggak terbiasa dengan suatu adegan yang intense, sehingga pengarang pun menyesuaikan dengan shy-away dari adegan klimaks. So dengan paradigma seperti itu, buat saya jadinya gak aneh bila Pengarang lebih memilih untuk menginvestasikan halaman-halaman bukunya pada detail belanjaan, atau busana, atau cowok keren, dibandingkan urusan peperangan dunia penyihir. Padahal, pengarang mampu loh, menggambarkan pertarungan sihir yang keren!

Bicara detail dunia sihir, harus diakui buku ini cukup kuat. Walau mungkin bukan pada detail visual seperti Harry Potter dengan visual-fiestanya yang menawan, Dunia Aradia memiliki kekuatan pada detail sistem 'ilmu' sihirnya itu sendiri. Setiap mantera dikonstruksi dengan cermat, dan sistem sebab-akibat sihir-nya terjaga baik. Ada hukum Three Laws segala untuk mengatur dunia sihir. Ada historical 'track-back' ke legenda Menara Babel segala, yang membuat settingnya jadi terasa 'wuah'. Aku bayangkan kalo setting ini diolah secara lebih 'fantasy', bakalan jadi karya yg keren.

Juga dalam menggambarkan adegan kehidupan sehari-hari, pengarang sangat bersinar. Pembaca merasa sangat nyaman mengikuti kehidupan si Ratu sihir ini, sampai pada tahap kita merasa mereka bener-bener 'alive' di sekitar kita secara wajar. Konflik Tante-Keponakan antara Aradia dengan Jasper, berasa 'domestik' banget seolah-olah mereka sudah tetangga kita sendiri. Kurasa, memang faktor ini merupakan salah-satu kekuatan genre Chicklit, yang membuat mereka mudah diterima oleh market.

Namun demikian, ketika kita memposisikan buku ini sebagai sebuah buku Fantasy, terasa bahwa semua berlangsung dangkal. Nggak cukup 'depth' atau 'oomph' yang membuat saya selaku penggemar Fantasy merasa fullfiled.

Lalu, apa harga pengalaman empat-belas buku yang disandang Pengarang terhadap karya ini? Well, selain teknis penulisan yang oke punya, ada satu kompetensi yang harus bisa kita pelajari juga, yaitu keahlian dalam mengemas novel. Aku salut banget sama Sinopsis di halaman belakang. Singkat tapi high-impact. Dan kuat banget bahasa komunikasi genre-nya.

Lihat nih:

Aradia Morgana. Pertengahan dua puluhan. Selain karena menjadi penerjemah, tuntutan pekerjaan membuatnya banyak bepergian. Tidak dengan menggunakan kendaraan biasa, namun dengan cara teleportasi!

Itu satu paragraf yang nggak sekedar singkat, tapi sangat komunikatif dan langsung menohok. Dan mengandung semua elemen kunci novel ini, mulai dari karakterisasi Chicklit banget-nya, sampai kejutan elemen fantasy-nya di ujung paragraf! (pas bagian teleportasi).

Pembaca akan langsung hooked dan penasaran. Terjadilah penjualan saat itu juga, hehehe. Jarang gue lihat sinopsis seefektif ini dalam terbitan-terbitan Fantasy lokal. Tapi emang sih, gue gak tahan liat ilustrasi sampul belakang (yg tentu saja Chicklit abiss): Cewek diapit dua cowok metroseksual abisss (sambil liat ke cermin dan membandingkan --oh, dimanakah mereka meletakkan perut orang-orang itu?)

Well, demikianlah pembelajaran saya atas Novel Ratu Penyihir ini. Dunia Aradia adalah sebuah upaya penciptaan setting secara cermat dan saksama, renyah dan akrab, yang disajikan melalui racikan plot yang kurang lezat. Restorannya cuakep, mewah, tapi masakannya gak kuasa menggoyang lidah. Memuaskan? Buat gue sih, kurang puas, ya.

Coba disempatkan si koki lebih lama memasaknya, atau lebih mantap bumbunya. Mungkin akan jadi restoran yang punya magic spell untuk terus didatangi, dan didatangi lagi :)

Salam,



FA Purawan

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Halo mas Pur, aku dejongstebroer
Kasian bgt sih Dunia Aradia gk ada yg komentarin.. Yowiz tak komentarin aja :
mnrtku ya gtu deh.. mau komentar apa yahhhh.. bingung.. hbs blm baca sihh..
sorry ya mas pur!! wkwkwkwk
ok dh mau komentarin repiunya mas pur aja : Tapi suwer, gue jadi geli waktu dibuku ada kalimat: "JK Rowling adalah Queen of All Witches, bertahun-tahun sebelum Aradia".
>>> OMG!! sejak kapan JK Rowling jd penyihir di dunia Aradia? setahuku dia pengarang, manusia biasa n gk sesakti Harpot, tokoh ciptaannya... Pliz deh.. kalo bikin cerita mbok ya dipikir dulu masak2, jgn asal comot sini comot situ.. diceritain juga gimana bs JK Rowling jd penyihir di Dunia Aradia, alasannya, biar gk bolong logika kyk gini
Sebaiknya kalo bikin cerita bersetting dunia khayalan, jgn memasukkan tokoh2 di dunia nyata kecuali cerita khusus yg bertema antar-dimensi (seperti aerial atau narnia)

Anonim mengatakan...

coba tengok http://adeliaayuuu.blogspot.com/2014/02/review-novel-dunia-aradia-by-primadonna.html...trim