Rabu, 03 Februari 2010

AKKADIA: Gerbang Sungai Tigris (R.D. Villam - 2009)

a Duet Review,
By F.A. Purawan - Luz B


Penerbit: Adhika-Pustaka
Editor: Arie Prabowo dan Bonmedo Tambunan
Design sampul : Imaginary Friends Studios (Hendryzero Prasetyo dan Eko Puteh)
Pewajahan Sampul dan isi : Lewi Djayaputra
Tebal: 391 halaman


(It's a new thingy di Fikfanindo as well. Sebuah review Duet. Sebagai penghargaan buat RD Villam, salah seorang tokoh senior dalam komunitas penulis Fantasi Indonesia --yang baru saja menelurkan Novel Perdana-nya-- maka Fikfanindo membuat suatu commemorative gesture: Bikin Review secara Duet. Kami akan mencoba merangkum isi kepala dua orang, dalam satu tulisan review yang semoga saja bermanfaat. For Your Info, tulisan ini tidak dikerjakan bersama-sama secara fisik, melainkan kolaborasi secara virtual. Reviewer juga tak berusaha ngompak-ngompakin pendapat sebelumnya. Please enjoy!)


Pada suatu hari, di 'Lapangan Bola Fikfanindo', datang 2 orang memakai busana jas & dandanan necis rapi ala pejabat penting. Yang satu seorang "om-om sexy berbodi Bondan Winarno yang menggemari segala jenis soto(y)". Sementara satunya lagi adalah "Makhluk Tuhan yang Paling Sinis, seorang cewek yang dari julukannya saja bisa disimpulkan bahwa ye-be-es memiliki kecantikan yang nyaing-nyaingin Mulan Jameela".

"Owh, Pliz deh," kata si Om. "Deskripsi barusan itu no very banget,"

"No very gimana, Om?"

Si Om membenahi kacamatanya hitam Oakley-nya dengan gaya cool. "Kalau you aja boleh Mulan Jameela kenapa juga I ga boleh Johnny Depp?"

Namun, sadar mereka berdua punya tugas yang lebih mulia daripada ngeributin deskripsi, mereka segera naik ke tribun komentator, penuh dengan napsu iblis untuk menguthek-uthek, mengkuyak-kuyak, menelisik-telisik, dibungkus dengan eufimisme "Pembelajaran Bersama" buat sesama aspiran penulis fantasi.

Yeah, whatever. Let the judging begins! (Salam buat Villam!)

Hari ini, Novel terbaru dari (mantan-calon) Penulis Tersohor (karena sekarang sudah jadi Penulis definitif--Selamat!) RD. Villam akan berlaga di lapangan Fikfanindo, di bawah tatapan mata ribuan pengunjung --baik dari kubu penggemar maupun kubu pencela-- dan terutama, di bawah tatapan mata elang Om-Sotoy dan Miss-Cynis.

Review dimulai. Para komentator langsung nyambar mike, yang ternyata cuma satu biji. Jauh di bawah, stadium tampak membludak oleh penonton yang bersorak-sorai tak sabar menanti pertandingan hari ini yang mengusung judul (Pertempuran) Akkadia: (Memperebutkan) Gerbang Sungai Tigris.



(Stadium bergemuruh, petugas pemeriah suasana alias show director segera menyemburkan confetti tak peduli pertandingan belum berakhir, bahkan dimulai juga belum. Yang penting ramai)

"Yak, akhirnya tiba juga harinya kita membahas pertandingan istimewa ini," kata si Om. "Tapi sebelumnya, I dan rekan I hendak memperkenalkan tamu spesial kita hari ini, reporter terbang yang meliput pertandingan ini dari udara: Daaaavagniiii!"

(Om Sotoy memanjangkan vokal sepanjang-panjangnya, dan show director segera meniup terompet: tolelolet-toleet ala NBA)

Patung iblis bersayap yang nangkring di atas tribun komentator tiba-tiba hidup diringi dengan seruan "Ahhh-Uuhh-Oohh" dari penonton. Dengan angkuh dia terbang ke langit, dan menukik, mencopet kamera salah seorang penonton, dan menyorotkannya ke dirinya sendiri sambil berpose sexy ala Mr. Universe.

"Salam, manusia-manusia, baik penggemar maupun pencela yang setia membaca Blog Fiksi Fantasi Indonesia! Hamba Davagni, siap melayani anda, membawakan liputan terbaik, 360 derajat dari berbagai sudut!"

"Ya, terima kasih, Davagni!" Kata si Om. "Tapi sebelum kita mulai, Miss Cynis, rekan saya, akan memberikan sinopsis singkat mengenai apa yang terjadi di lapangan. Silakan, Miss!"

"Tentu saja Om!" balas si cewek, menyambar mike dari tangan si Om. "Kali ini tampaknya kita akan disuguhi oleh kisah pertentangan antara dua negeri, yaitu Akkadia, melawan persekutuan negeri-negeri tanah Elam. Kedua negeri dipisahkan oleh Sungai Tigris. Dan rupanya, di sepanjang sungai ini ada dinding yang tak tampak! Davagni, bisa beri sedikit penjelasan tambahan mengenai dinding ini?"

"Tentu saja, Nona! Dinding ini adalah benteng gaib yang hanya bisa dilewati jika gerbangnya dibuka. Dan entah bagaimana bisa diatur begini: hanya ada tiga orang di Dunia ini yang bisa membukanya. Hal ini membuat kedua negeri harus memperebutkan 2 dari 3 orang yang bisa membuka Gerbang Sungai Tigris. Yang pertama adalah Majikan Hamba, Tuan Putri Naia Kashavi, Putri Kerajaan Kazalla yang mencari perlindungan pada orang-orang Elam. Yang kedua adalah Sang Ahli Waris!"

"Wow! Siapakah gerangan Sang Ahli Waris itu?"

"Well, seperti yang sering terjadi pada setting Fantasy, ahli waris ini adalah keturunan dari Penyihir yang diduga membuat gerbang itu."

"Lho, bagaimana dengan orang ke-3-nya?"

"Yah, he's a King already! King Javad! Who wants to mess with a King, anyway?"

"Penggambaran yang baik sekali, Davagni," kata si Om sambil menyambar lagi mike dari tangan Miss Cynis dengan lebih bernafsu. "Bagaimana pun I belum bisa berpikir bagaimana sebuah tembok maya bisa menghalangi pasukan namun pastinya bisa meloloskan burung-burung dan ikan?! But well, let's go on. Pada awal cerita, si Ahli Waris tak diketahui identitas dan keberadaannya. Dan ia diburu baik oleh Naia maupun oleh striker... ehm, panglima pasukan Akkadia: Rahzad Rajatega, si Kejam dari Akkadia!"

"Penonton, mari berikan Applaus yang super-meriah untuk Rahzad Rajategaaaa!" Miss Cynis mengambil momen dengan baik sekali. Applaus serasa mengguncang stadium sekali lagi.

"Maaf, Tuan," sela Davagni sambil terus mengintai dengan kamera. "Menurut penerawangan hamba, nama striker keseblasan Akkadia bukan Rahzad Rajatega..."

"Tahu, tahu," Miss Cynis memotong sambil mencoba nyopet mike dari si Om, tapi luput. "Tapi kan nggak mungkin kita kasih tahu nama aslinya ke penonton. Nanti spoiler. Ya gag om?"

"Oh ya, benar sekali itu!"

Penonton, baik penggemar maupun pencela, serta-merta bersorak. Rupanya tim-tim yang akan berlaga telah turun ke gelanggang. Pasukan Akkadia dengan kekuatan sekitar enam ribu (sisanya konon masih ngumpet di ruang ganti), berhadapan dengan sepuluh ribu pasukan koalisi Elam. Lapangan penuh sesak dengan para pasukan, umbul-umbul, dan cheerleaders kedua pihak saling melontarkan yel-yelnya. Dengan lincahnya reporter Davagni terbang kiri kanan malang melintang, sambil melaporkan keadaan,

"Kedua pasukan telah bersiap, sudara-sudari! Tampak striker kesebelasan Akkadia, Rahzad Rajatega, tengah mengasah pedangnya! Tapi gertakan itu rupanya diimbangi oleh striker Kesebelasan Kazalla-Elam: Teeza Alnurin, yang pada saat bersamaan mengasah panah-panahnya! Sementara kedua striker saling pandang penuh kebencian, di garis belakang Akkadia, tampak pasukan kavaleri barion yang tangguh, saudara-saudara, diapit beberapa pendeta perempuan Ishtar yang memiliki kekuatan api, dan sekian ratus gharoul yang menjijikkan ala zombie Resident Evil!"

"Sebentar, Davagni!" kata Om Sotoy, "Coba gambarkan apa itu Barion? Rumus kimia?"

"Kamera ini gak bohong, Om! Hamba bisa melihat melalui viewfinder, bahwa Barion adalah sebentuk macan dengan taring yang panjang. Ukurannya bisa sebesar Metro mini, paling sedikit sebesar Alphard. Yah, tiga tombak, lah!"

"Huh? Tombak?"

"Ah, si Om rupanya belum tahu!" Miss Cynis serta merta menyambar mike dari depan wajah Om Sotoy yang terbengong-bengong, "Universe Akkadia menggunakan sistem metrik yang secara teliti disesuaikan dengan kondisi 24 Abad Sebelum Masehi, yaitu menggunakan satuan Tombak; memang dia tak menjelaskan secara rinci berapa panjangnya dalam metrik. Tapi perkiraanku sih, 1 Tombak = 2.5 meter!"

"Ahh, soo. Lantas satuan apa yang dipakai untuk mengukur hal-hal kecil seperti ukuran lingkar pinggang, begitu? satuan Jarum atau Pisau, begitu?"

Tawa Davagni tiba-tiba meledak, "Mengukur pinggang Om pakai satuan jarum, kapan selesainya??" membuat si Om merah muka sambil melirik pinggang.

"Aah, sudahlah!" kibas si Om. "Bagaimanapun tampaknya Akkadia sungguh memiliki lini yang tangguh! Barion-macan-gigi-pedang yang ganas, serta Gharoul-Cullen yang haus darah! Kazalla-Elam patut waspada mengingat tampaknya jajaran mereka masih kurang solid! Pemain tengah Ramir Rahtari tampaknya masih berondong--lima belas tahun, bow!--dan belum berpengalaman, sementara kiper Fares Faradan masih mengalami krisis percaya diri karena kegagalan ayahnya di masa lalu..."

Kata-kata si Om terputus, karena mendadak Davagni turun dari udara. Si iblis batu mendarat di depan lini depan pasukan Kazalla-Elam. Ia langsung menerima amuk murka majikannya, Putri Naia, gara-gara sibuk terbang kiri-kanan alih-alih membantu pasukan Kazalla-Elam. Terdengar suara sopran sang Putri mengomel, "Terserah kau mau anggap aku Sang Terpilih atau Sang Terkutuk! Yang jelas kalau kamu gak bantuin aku, kubakkkarr kamu dengan my laser eyes! Heeeyaaa!!" Sementara si Om terpaku, Miss Cyn menyambar mike dan langsung proceed to nyerocos without tedeng aling-aling.

"And it iiis... ONNN!!!" serunya sambil menunjuk seekor kucing --berseragam putih-garis-hitam berlari ke tengah lapangan.

Wasit Toulip (kucing yang bisa bicara sama Ramir) meniup peluit! Pertandingan dimulai dengan aksi saling serang yang riuh. Sementara Davagni bertarung melawan gharoul, Fares mengamuk dengan Gada Geledek-nya yang super-cool. Baik kubu penggemar maupun pencela saling berlomba mengeluarkan suara... tapi kubu penggemar rupanya punya senjata yang lebih dahsyat daripada suara! Mereka memegang karton berwarna dan mengangkatnya tinggi-tinggi, membentuk suatu gambar yang keren abizzz! Tak bisa menahan dirinya, Miss Cynis jejeritan,

"Gila, cover yang oh so cool banget gag seh, Om?? Hendryzero Prasetyo dan Eko Puteh telah sekali lagi menunjukkan kesaktian mereka sebagai ilustrator cover, setelah sebelumnya membuat banyak orang terkagum-kagum pada cover Xar&Vichattan: Takhta Cahaya oleh Bonmedo Tambunan!"

Kubu penggemar semakin menggila! Mereka mulai melakukan wave dan bersorak-sorai. "UOOH! Hidup penerbit! Hidup Desainer Cover!"

"Tapi tunggu dulu, penonton!" Si Om tiba-tiba berteriak. "Kita tidak bisa kagum secepat itu. Perhatikan barisan-barisan pasukan Akkadia dan Elam di lapangan... eh, maksud saya, barisan huruf di layout halaman! Coba ikuti kata-kata saya: lihat baik-baik baris satu dari kiri... ke ujung kanaan... kiri lagi... ke ujung kanan lagi..." dan penonton bagaikan dihipnotis, kepala mereka menoleh kiri-kanan-kiri-kanan berkali-kali.

"daan... STOP! Gimana rasanya?"

"PEGGEEEEEEL!!!" jawab penonton kompak.

Si cewek menoleh, menajamkan pandangannya pada barisan-barisan pasukan Akkadia maupun Elam yang berjajar di lapangan. "Ugh... benar sekali! Layout-nya bikin aku kecekik neh... harus berhenti baca dulu...eh, maksudku, berhenti komentar sebentar..."

*gedubrak*

(Miss Cynis mengakui di belakang panggung, bahwa layout Akkadia ini membuat pandangannya sesak dan dia harus berhenti membaca berulang kali. Om Sotoy juga setuju, bahwa pilihan layout--walaupun ada kebijaksanaan dan strategi populis di baliknya-- sangat mempengaruhi kenyamanan membaca. Kritik layout secara teknis meliputi: margin kiri-kanan terlampau lebar sehingga mata harus travel lebih lebar dari range normalnya, membuat kepala harus ikut menoleh. Hanging indent-nya terlalu masuk--sekitar 7-8 karakter. Jarak spasi tunggal terlalu dekat, sehingga halaman terasa menjadi penuh sekali. It's so straining to the eyes. Om Sotoy sendiri sampai berpendapat bahwa untuk novel sebagus ini, deserves every right untuk diterbitkan dalam format yang lebih baik. Mungkin nanti di cetakan kedua atau cetakan edisi lux khusus!)

PRIIIITTTT!!

Wasit Toulip meniup peluit untuk menghentikan pertandingan. Dan mengeluarkan sebuah kartu kuning untuk layouter! Kubu pencela bersorak. "Buuuh! Layout buruk! Buuuh!" Akan tetapi, sekumpulan paramedis kalyx --kucing yang punya mata hijau dan bulu kelabu-- yang berdedikasi tinggi tidak mempedulikan cemoohan mereka. Dengan semangat Medecins Sans Frontieres mereka memasuki ruang komentator dan menjilati muka Miss Cynis. Dan ajaib! Sebentar kemudian si Miss bangun dan kembali ke kursi, sementara si Om kumat lagi di depan mike.

"Sekarang ijinkan I kasih sedikit komentar buat Universe Akkadia!" Penonton spontan mengeluh sebab sudah pada tahu kalo si Om ngomong 'sedikit', hasilnya pasti berlembar-lembar. Even para petarung di lapangan pun dengan putus asa menjatuhkan pantat di rumput. It will be a long hiatus....

"Universe Akkadia merupakan karya cipta yang sarat dengan riset dari Pengarang. Sebagian besar data-data yang terdapat di dalam setting Akkadia adalah data-data sejarah yang dapat dirujuk, sehingga seolah-olah setting Akkadia adalah merupakan sejarah yang sebenarnya. Tentunya, sebagian besar ini Novel ini adalah fiksi, tapi pemanfaatan informasi sejarah telah dieksekusi dengan sangat baik oleh pengarang!"

"Satu catatan menarik mengenai setting ini adalah, terbukanya demikian banyak spekulasi dan kemungkinan pengembangan lebih lanjut. Setting 24 Abad Sebelum Masehi, misalnya, memberi kemungkinan situasi dan properti yang begitu luas. Ini saat peradaban abu-abu, dimana informasi sejarah era Mesopotamia masih sebagian besar berupa misteri. Orang cuma tahu bahwa mereka adalah tonggak sejarah sebagai masyarakat berbudaya tulis pertama. Tapi konon yang spekulasinya lebih gila lagi, misalnya pencapaian teknologi dimasa itu, sudah berhasil menciptakan semacam baterai untuk menyimpan listrik, walaupun belum diketahui apakah sudah ada perangkat yang memerlukan listrik di jaman tersebut?"

"Ehm, gimana kalo Gada Geledek?" dehem Davagni. Nobody cares.

"Pengarang juga memasukkan unsur spekulasi teologi yang menarik, dan jarang ada di genre fantasi lokal. Misalnya mengenai konsep keTuhanan yang Maha Esa, dengan tatacara berdo'a yang mirip shalat, tapi juga bukan shalat. Juga yang menarik mengenai kaum Utara (Kaspia), penjaga ilmu Tauhid, yang somehow diindikasikan ada link dengan peristiwa banjir besar Nuh. Walau kurang diolah secara tegas di novel ini, keberadaan konsep itu saja sudah merupakan suatu terobosan dalam penulisan Fantasy lokal."

Selagi si Om sibuk ngasi komen, Miss Cynis malah ngemil sambil baca tabloid infotainment. Sebel ngelihat si cewek melalaikan tugas suci seorang komentator, si Om merebut tabloid infotainment Miss Cyn, menggulungnya, dan mengayunkannya seperti Toya Bhatara Guru (baca: Novel Garuda-5 karya Om Sotoy--shameless plug!) sambil merapal jurus silat andalan:

"Hiiiaaat! Silat Gembong Gosip tingkat XVII: Sedu Sedan Seribu Seleb!"

Pandangbatin Miss Cyn memberi reaksi dengan tepat. Ia mencelat ke dinding dengan slow-motion ala The Matrix, menyambar tabloidnya, lalu mendarat lagi sambil mencak-mencak. "Om ngapain sih? Orang lagi baca-baca juga kok diganggu?"

"Lah, kita ini lagi ngomentarin! Mbok ya fokus toh sama kerjaan..."

"Ya gag segampang itulah, Om!" kata Miss Cyn sambil wondering kali ini koq gampang banget dapet mike.

"Mang kenapa?"

"Dunianya sih menurutku keren Om. secara keseluruhan berasa kalau dia ada di peradaban Mesopotamia kuno karena pemakaian nama-nama dewa, penjelasan latar, dan singgungan-singgungannya dengan fakta sejarah semacam Raja Sargon. Tapi kadang ada detail yang meleset. Misalnya di halaman 268, dikatakan bahwa Teeza menerima botol air minum untuk bekal. Lha, memangnya di jaman itu botol udah jadi barang umum? Pada abad 30 s/d 20 an sebelum masehi, kaca kan barang mewah, nggak dipake buat bikin botol. Lagian, bukannya prajurit atau pengembara biasanya bawa air di kantong kulit, yang waterproof dan lebih mudah dibawa? Terus juga, beberapa kali digambarkan kalau bertarung Putri Naia dkk dengan gampangnya "mengutip kepala" musuh cuma dengan mengayunkan pedang. Padahal dalam kenyataannya menggal kepala nggak segampang itu, apalagi dengan pedang ringan yang umumnya dipakai perempuan."

"Hmmm, iya juga, ya. Satu lagi mengenai eksplorasi Dunia Akkadia, I gak bisa kebayang perwujudan arsitektur khas pada masa itu. I mean, bagaimana sih sesungguhnya bangunan pada abad 24 SM, apakah sudah berupa bangunan batu pencakar langit? Bagaimana teknologinya, pakaiannya, budayanya, seriously gak kebayang. Untuk gampangnya akhirnya I menetapkan referensi imajinasi ngikutin film Scorpion King atau Conan The Barbarian, aja!"

"Bukan cuma itu aja Om. Prosanya susah."

"Prosanya gimana?"

Si cewek langsung memberi penjelasan yang naujubilah panjang sekali, tapi pada intinya bisa dirangkum sebagai berikut: struktur cerita Akkadia: Gerbang Sungai Tigris pada dasarnya berupa beberapa paragraf yang memberi cerita atau deskripsi dengan bahasa yang sangat literal. Sedikit sekali ada permainan majas atau narasi yang cantik."

Om Sotoy terlonjak sehingga kacamata gaulnya nyaris terlepas, "Ah, ya! Satu penilaian I terhadap gaya tulisan pengarang: Too Klinis!"

"Puskesmas, Om?"

"Maksud I tuh gini loo... Mungkin karena I tahu juga proses kerjanya si Bang Villam, salah satu upaya keras yang beliau lakukan adalah.. ini meminjam ungkapan beliau sendiri: membersihkan lemak. Well yeah, pengarang dalam proses penyempurnaan naskahnya, menerapkan konsep trimming atau membersihkan naskah dari kata-kata/ ungkapan berlebihan. Konsep inti-nya sih efisiensi-kata."

"Lho, itu kan proses self-editing yang bagus?"

"Yah, gini lho Cyn, somehow usaha pembersihan yang terlalu ketat itu telah berhasil membuang lemak-lemak dalam naskah, tapi menurut Om sih, a bit too clean! Memang ini perihal selera, dan mungkin selera I kurang sepaham dengan beliau. Tapi buat Om sih, prosanya Akkadia terasa miskin emosi, ada beberapa adegan yang rasanya perlu lebih ekspresif, lebay pun tak apa lah sekali-sekali, biar ada warna. Tapi ini bukan berarti pengarang gak berhasil mendeliver suasana emosional dalam cerita, lho ya. Ini lebih pada pendekatan gaya, dimana pengarang memposisikan gaya-nya seperti Mr. Spock di Star Trek: Efisien, Analitis, reasonable. Bandingkan dengan James T Kirk yang lebih spontan, meledak-ledak, dan sering kali exciting!"

"Jadi saran Om, tambah sedikit lemak bakal lebih Oke?"

"Yaah, kalau I naksir cewek, pastilah gak bakal yang too skinny juga, khan?" kata si Om sambil mengedipkan mata.

"Apa maksud, nehh???" pikir Miss Cynis sambil ngelirik body sendiri. "Tapi lanjut kesanku tentang prosanya Bang Villam! Kebanyakan paragraf berupa paragraf deskripsi yang menggambarkan perjalanan para tokoh ke suatu tempat atau apa yang mereka lihat atau apa yang terjadi pada mereka. Dan itu kemudian diikuti dengan dialog panjaaaaang, lalu deskripsi literal lagi, lalu dialog panjaaang lagi, hampir tanpa variasi, dengan kalimat yang SPOKnya ibarat rokok. Sampoerna."

Si Om manggut-manggut. "Jadi kamu nggak mau Sampoerna?"

"Iya, Om. Gaya hampir full-deskriptif secara terus menerus di cerita yang panjang dengan kalimat lengkap dan layout-nya padat abis rasanya terlalu melelahkan dibaca. Aku kira, kalau ceritanya panjang, enak kalau ada variasi permainan kata dan struktur kalimat. Barangkali juga lebih menolong kalau gaya bahasanya ringan!"

"Ooo, maksud kamu kayak LA Lights, gitu?"

"Iyaa, bener!"

Si Om manggut-manggut lagi. "Okelah kalau begitu. Kita kembali setelah pariwara berikut ini!"

*Cut, iklan LA Lights*

5 menit kemudian, acara kembali dimulai. Davagni tampaknya berhasil kabur dari Putri Naia karena Sang Putri sudah memanggil bantuan baru: Nergal, yang dengan keguantengan dan ke-badass-an-nya langsung berhasil merebut hati para suporter cewek. Sementara fans-fans Nergal mulai histeris, Davagni ngacir dan kembali menjalankan tugasnya sebagai reporter terbang. Sementara itu si Om maupun Miss Cyn sibuk rebutan mike lagi.

*sambil ngos-ngosan narik mike* "Untuk... sementara... ini, bisa disimpulkan bahwa kubu penggemar masih unggul, ya Om?"

*ngos-ngosan juga* "Barangkali. Namun tampaknya ada perkembangan menarik dari segi pen-pen-pen...nokohannnn!!!"

Miss Cynis tiba-tiba melepaskan mike, membuat si Om terjengkang menghitung bintang. Tapi kenapa? Oh, rupanya Miss Cynis melihat wasit Toulip di tengah lapangan, sedang bagi-bagi fotonya yang bertandacakar. "Wasit Touliiiip! I love yoooou!!! You're such a cute smart-asss! Kyaaa~!" selagi si cewek ngambil time out untuk turun ke lapangan demi berjabat tangan dengan kucing kecil idolanya, si Om meneruskan komentar.

"Salah seorang teman I mengomentari bahwa para karakter terasa agak 'plastik'. Well, menurut I obviously tidak ada Barbie atau Ken di jajaran karakter Akkadia, but yes, I tend to agree bahwa pada karakter ada sesuatu yang 'hilang'. Kalau menurut pengamatan I, yang kurang adalah latar belakang motivasi masing-masing. Entah apakah pengarang memang menyimpannya sebagai bekal pembuatan prequel, misalnya. Yang jelas untuk edisi yang ini, I melihat beberapa tokoh kunci seharusnya punya sisi latar belakang yang lebih solid, mengapa ia bersikap sebagaimana ia bersikap, mengapa ia mengambil keputusan sebagaimana ia bertindak dalam universe Akkadia. Contohnya jelas, seperti Rahzad dengan perubahan paradigmanya, Teeza/ Zylia (mana kepribadian yang lebih asli?). Yang paling cacat menurut I adalah Ramir yang nggak jelas perannya, dan kontribusi 'special ability'nya terhadap plot juga gak terlalu kuat. Padahal menurut I, sebenarnya dialah si tokoh sentral dalam kisah Gerbang Sungai Tigris, bila kita memperhitungkan segmen pasar Novel ini."

Si Om tiba-tiba merenung, seolah baru sadar sedari tadi sibuk bicara sendiri, "Dan soal indikasi percintaan Ramir dengan Teeza, itu. Please deh, ah. Gak nendang... mendingan dibikin Teeza kembali ke Rahzad aja, kalle?"

"Karakter yang paling oke menurut Om, siapa?" karena Miss Cynis ga di tempat, salah seorang penonton akhirnya bertanya.

"Well, kayaknya selain I juga banyak yang setuju: Davagni!"

"Wow!?"

"Well, dia karakter yang paling berwarna. Dia tampak licik, di saat lain tampak jujur, komentarnya witty, dia pengamat yang jeli, dan kalo ngomong pedes!"

"Why do I get the feeling that I know somebody just like THAT?"

"But he's a Rock-Guy, for God's sake!" keluh Om Sotoy.

"Hey, hamba denger yang itu!" sebuah suara tiba-tiba menyahut dari langit.

Mendadak, lemparan sebilah tombak memukul jatuh mike dari tangan si Om. Miss Cynis rupanya baru kembali, digendong oleh Davagni. Dengan sigap si cewek mendarat. Ia langsung menyambar mike dan berkomentar panjang lebar soal penokohan.

"Setujuh Om! Sekilas pandang sih Om, mereka kelihatan diciptakan dengan baik. Tapi kalau dicermati, beberapa karakter rasanya ganjil."

"Jelaskan, please!"

Si cewek menjentik jari. "Davagni, tolong laporkan profil striker Tim Akkadia!"

"Baik Nona! Striker tim Akkadia, Rahzad Rajatega, telah berkarir cukup lama sebagai penjahat. Kejam, sadis, sudah membantai ribuan manusia, baik pria, wanita maupun waria, dan menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan, termasuk mengorbankan pasukannya sendiri. Tapi di pertengahan cerita, ia tiba-tiba ganti profesi!"

"Nah, itu masalahnya," kata Miss Cynis, "aku nangkepnya si Rajatega ini akan digambarkan sebagai karakter kelabu. Kayaknya dia punya justifikasi untuk melakukan segala kejahatan itu. Jadilah aku terus membaca sambil mikir-mikir, justifikasi moral model apa yang bisa membenarkan genosida? Sekian halaman kemudian, aku nemu jawabannya: Karena ia beranggapan rasnya adalah ras ulung yang harus memimpin, dan karena ia punya masa lalu yang pahit, karena ia difitnah dan diusir oleh bangsanya. Jadi, aku bertanya, apakah ambisi megalomania--bisa jadi pembenaran untuk melakukan pembantaian, dengan demikian membuat tokoh ini 'punya sisi baik?' Kayaknya nggak deh."

"Tapi tunggu, Nona!" Kata Davagni. "Ada perkembangan baru di lapangan! Rahzad menurunkan pedangnya dan... uoooh, ia menyatakan cinta pada striker tim lawan! Ini berarti dia kelabu, dong!"

Beberapa orang dari kubu penggemar bersorak. "Rahzaaad! ternyata dikau sensitif! Ternyata dikau kenal cinta! Kyaaaa~! Cho chweeet~!"

Selagi si cewek lengah, si Om kembali mengeluarkan jurus Bangau Suci Memagut Ikan di Empang, dan mendapatkan mike-nya kembali. "Trus, yang kelabu itu menurut kamu itu yang gimana dunk?"

"Yah, gampangnya sih Om kelabu adalah percampuran yang mulus antara hitam dan putih, bukan setengah bagian cerita dia hitam lalu tiba-tiba dibanting setir jadi putih oleh tangan pengarang. Itu mah item-putih, kayak zebra cross. Dimana nyampurnya? Mekanisme banting setir ini membuat aku menangkap kesan kalau si penulis ini mengubah karakternya hanya demi memasukkan unsur kejutan tanpa memikirkan apakah kepribadian karakternya akan tetap koheren atau nggak."

"Oooo, gitu?"

"Dan masalah tokoh ini belum selesai loh Om. Davagni, bisa cerita sedikit soal Putri Naia?"

"Oh, ya. Majikan hamba adalah orang yang hebat. Ia meninggalkan kepercayaan lamanya untuk memeluk kepercayaan pada Tuhan!"

"Nah. itu dia. Kalau memang dia pengikut Tuhan yang taat kenapa dia nggak pernah digambarkan memohon atau berdoa kepada Tuhan di saat genting? Kenapa dia malah manggil-manggil Nergal yang notabene setan/dewa pagan?"

"Satu pertanyaan juga dari I, kenapa orang-orang di jaman Mesopotamia itu gag punya nama yang lebih 'lokal' untuk Tuhan, ya? Misalnya seperti Elohim di masa Yahudi, atau yang sejenisnya. Kesannya akan lebih 'real' gitu."

"Uh...mungkin karena Tuhan tidak langsung kelihatan? Hamba dan Nergal itu kasatmata, jadi lebih nyangkut di otak?" Davagni menggaruk-garuk kepala, akibatnya debu-debu dari kepala batunya berguguran menghujani penonton.

"Lah, kalau kamu dan Nergal tampak nyata dan lebih believable, ngapain juga Naia jadi tergerak untuk percaya pada Tuhan yang abstrak dan gag kelihatan?"

"Ntar dulu!" Om Sotoy merebut mike, "dalam hal ini Naia punya latar belakang yang cukup jauh juga, kita ingat side story dia dengan Kaum Kubah Putih? Kerja sama dia dengan Davagni dan Nergal sesungguhnya masuk akal. Hanya saja pembaca tak cukup punya kesempatan untuk memahaminya!"

Sertamerta, terdengar sorak-sorai kenceng dari kubu pencela dan penggemar. Sementara itu Miss Cynis meneruskan omelan panjang lebarnya tentang beberapa karakter lain, salah satunya tentang satu karakter yang gimana ceritanya bisa hilang ingatan nggak diberi penjelasan selain karena pengarang mau begitu.

"Selain itu, akhirnya tidak ada satupun di antara mereka menjadi karakter yang kuat, sekalipun di awal dibangun dengan menjanjikan. Dibikin tapi nggak diselesaikan, seperti patung setengah jadi. Nggak ada momen penyimpulan yang mengesankan bahwa mereka menemukan sesuatu yang berarti, yang mengubah diri maupun cara pandang atau memberi pengaruh apapun, di dalam petualangan mereka. Kejadian demi kejadian sekedar terjadi, dialami, dan setelah berlalu, ya sudah. Nggak ada yang bisa dipetik dari mereka."

Dan tiba-tiba, pertarungan di gelanggang terhenti. Semua orang meninggalkan lapangan. "Oh, ada apa ini?" si Om berteriak. "Davagni, cepat cari keterangan!"

Davagni turun dari udara dan mendarat di depan wasit Toulip. "Ada apa ini wasit? Mengapa mereka Pergi?" Si wasit berdehem, dan berkata, "Toulip hanya mendengar kesebelasan Kazalla-Elam pergi karena 'koalisi sepuluh ribu pasukan' tampaknya pecah kongsi. Sementara pasukan Akkadia juga ramai-ramai pulang karena mau nonton sabung ayam... eh, sabung barion dan adu gladiator menggunakan makhluk api Ishtar yang keren sekali! Konon Zylia sendiri yang akan perform malam ini,"

"Dan mereka tidak menyelesaikan pertempuran, eh pertandingan?"

Si wasit kucing mengangkat bahu. "Yah, sempat ada adegan tempur pasukan Barion, pasukan gajah, pasukan sihir, cukup kolosal sebetulnya, tapi bukan dimaksudkan sebagai klimaks cerita. Sampai di satu titik perang dahsyat itu berubah jadi sekedar statistik: pasukan enam ribu ngejar tiga ribu, mati separo jadi seribu limaratus, dikejar lagi jadi seribu,... turun terus kayak kurs dollar. Yeah, sepertinya begitu."

Kubu pencela langsung berteriak. "Boooh! Plot tidak selesai! Boooh! kembalikan uang kami!" Merebut kesempatan, Miss Cynis menembak Om Sotoy dengan Pizzicato dan Tremolo, pistol sihir andalannya. Selagi si Om senat-senut, ia merebut mike dan menimpali komentar kubu pencela.

"Ya, benar! Awalnya tampak seperti ada satu masalah utama, Sang Terpilih dan Penjaga Ilmu tapi masalah utama itu kemudian tertelan oleh berbagai masalah lain yang dengan asyik dilempar si pengarang kepada para tokohnya. Dan ketika dimunculkan lagi ternyata penjelasannya adalah... WTF? Memang nggak sangat klise sih, tapi kok kayaknya penulis cop-out dari ceritanya sendiri? Ini ngingetin aku sama cerita yang rumit dengan ratusan konflik, tapi karena udah butek duluan mikirin ending-nya, akhirnya dibikin kalau semua itu ternyata cuma mimpi di kepala si protagonis."

"Apa ini sengaja, atau waktu bikin cerita maksud awalnya "Sang Terpilih/ Penjaga Ilmu" itu bukan seperti yang dibuku, tapi akhirnya dibanting setir jadi begitu karena terlanjur ngelempar tapi kelupaan ngembangin masalah itu? Aku cenderung berspekulasi yang kedua, mengingat kalau benar mumbo-jumbo Sang Penjaga Ilmu ini cuma berasal dari manusia, mengapa kucing hutan segala (adegan Kalyx) sampai tahu soal itu? Mungkinkah tadinya ini mau dijadikan sesuatu yang lebih berarti, sesuatu yang lebih memiliki peran mistis-magis daripada yang akhirnya tampil di novelnya?"

"You-just-sounded-like-an-infotainment-host," Om Sotoy menggerutu under his breath.

Davagni tiba-tiba memotong, "Tunggu! Ada perkembangan baru lagi! para striker berjabat tangan dan bersama-sama menghabisi para gharoul yang sedang asyik nonton sabung barion! Mengapa tiba-tiba seperti ini?"

"Nah, itu dia--tokoh-tokoh cerita kayaknya dibelokkan oleh pengarang seturut rumus lempar masalah ini." timpal Miss Cynis. "Rahzad yang tadinya jadi panglima, tiba-tiba tobat nasional dan memutuskan untuk berhenti berperang alih profesi jadi tukang basmi gharoul. Lha, kok gag tobat dari kemaren-kemaren aja Mas?"

"Naaay! Dia gak tobat, dia ditelikung oleh Perdana Menteri Iznogoud,.. eh I mean Bargesi. Tapi memang menurut I kondisi ini masih kurang kuat untuk sebuah pembalikan kepribadian, yah?"

"Dan bab terakhirnya sendiri terlalu pendek untuk membuat kesan bahwa sebagian besar dari konflik itu beres. Alih-alih memberi konklusi yang memuaskan atas masalah Akkadia-Elam, para tokoh malah dikasih misi membasmi gharoul. Dan setelah menghadapi tiga final boss yang dua diantaranya sama sekali gag terduga dalam arti karena mereka tiba-tiba 'dicomot' untuk jadi final boss, cerita ini 'putus'. Tapi bisa juga ini karena pengarang berniat membuat sekuel!"

Kubu pencela semakin bersemangat. "Boooh! Sekuel? Janji Semata!"

"Tapi tunggu dulu," kata Miss Cynis. "Barangkali cerita nggak semuanya dirangkum lagi, tapi di bagian tengah terlihat betapa pengarang sebetulnya niat banget menganyam kisah. Perjalanan si tokoh A bersilangan dengan si B dan apa yang mereka lakukan berimplikasi pada jalan cerita si C. Anak-anak cerita tumpang tindih, bersilang bak kulit ketupat, dan saling mempengaruhi. Barangkali itu bagian yang paling bagus dari cerita ini."

"Well, yeah, I kind of agree, here," seru Om Sotoy sembari melambaikan batu koral, yang tak dinyana merupakan sogokan yang sangat memotivasi Davagni untuk merebutkan mike dari tangan Miss Cynis untuk diserahkan pada Om Sotoy, "Jalinan plot di Akkadia merupakan salah satu yang terbaik yang pernah ada di genre Fantasy lokal. Rapi jali. Mungkin dulu ada Ledgard yang plus di politiknya. Akkadia melampauinya karena plottingnya lebih kompleks selain politik, ada teologis, romance, magic, dan terutama, semuanya make sense di prosesnya. Kelemahan di ujung sebenernya bersumber pada kelemahan permainan tempo. Kalau boleh Om ambil kesimpulan ala Sotoy, at the end pengarang agak terburu-buru menyelesaikan, plus dia punya kekhawatiran berlebih soal tebal halaman (well, itu manusiawi, sich)." angguk Om Sotoy dengan lagak dibijak-bijakkan.

"Kalau menurutku sih Om, ini karya yang bagian tengah plotnya jauh lebih rewarding daripada ending-nya. Tokoh-tokoh utamanya asli membingungkan, tapi aku suka tokoh-tokoh sampingan macam Davagni, Toulip, dan Nergal. Buku yang bagian tengah plotnya menarik walau kenikmatan membacaku terganggu karena bahasanya berat dan gag didukung layout!"

Mendadak, sebuah bola api dari monster api Ishtaran melesat merobek udara dan menggelinding, sertamerta menggilas Wasit Toulip! Miss Cynis langsung histeris ala Luke Skywalker pas nyadar kalo Darth Vader adalah ayahnya.

"NOOOOOO~!"


Di tengah suasana sedih itu (tragis memandangi gundukan abu yang masih menyisakan sisa seragam putih-strip-hitam), penonton melolong bertanya-tanya, kenapa Para Pendeta Ishtar berbuat begitu?

Maka Ahaddeanna, sang High Priestess Ishtaran yang turun menjawab, "Soalnya gitu loh,... gimana kami-kami ini nggak kesal, gitu loh,... like, we're the hottest girls --literaly and figuratively-- in the story! Tapi apa yang kita dapet? Peran kecil-gak-signifikan-lebih-banyak-di-latar-belakang!! Don't you get it? Akyu aja dapet line dialog lebih sedikit dibanding kucing sialan itu! Pokoknya akyu gag terima!! Hiiiih! Rasakan semuanya!" serunya sembari melontarkan lebih banyak bola-bola api.

Bak terpicu oleh bola-bola api si high priestess, para penonton kubu penggemar dan pencela langsung turun ke medan laga dan mulai saling serang dengan apapun yang bisa mereka pungut dari lapangan--botol, tombak, panah. Beberapa malah loncat ke atas barion dan beberapa lagi loncat ke atas gajah dan mengumandangkan serbaneka war-cry ga jelas.

"SERAAANGG!"

"UOOOHHH!!! MARCH!!! ON TO ISENGARD!!!"

"THIS IS SPARTAAAAAA!!!!"

Dengan kesigapan wartawan perang, Davagni menyambar kedua komentator yang telah sangat berjasa menulis repiu ini. Ia terbang menuju matahari terbenam meninggalkan perkelahian brutal dan berdarah di Stadium Fikfanindo.

*28 Days Later...*

Baratayudha telah berakhir. Keheningan padang kurusetra sesekali diusik oleh suara gagak. Tak sesuatupun tampak di sana selain... sebuah mike yang penyok.

Dan demikianlah, sudara-sudari, hikayat yang dilantunkan secara turun-temurun oleh para reviewer fiksi fantasi Indonesia mengenai asal-usul suporter bonek!

(Dan sekali lagi, selamat untuk RD Villam atas terbitnya karya perdana ini. Semoga sukses dunia akhirat! We both love you, mmuuuaaah! No gharouls were harmed during the making of this review!)


Presented By
F. A. Purawan - Luz B.

17 komentar:

Villam mengatakan...

hueheheheheh...
love you too, bro n sis.

---

"Hamba akan kembali..." Tawa membahana si makhluk batu terdengar di kejauhan.

Anonim mengatakan...

Alamaak, puuaanjaaaaaaaaaaaaaaaang bangeeeeeettttt ... *kecewa karena gak bisa baca sambil nyambi kerjaan kantor seperti biasanya*
Hiks! Di-save dulu dah ....

Fa

dee mengatakan...

menarik. jadi pengen baca. mo lihat mirip gak ya dengan konsep buku fantasi yang lagi aku tulis. nggak enak juga kalau mirip-mirip >.<

*berderai air mata*

Feline mengatakan...

Wah gaya reviewnya kereeen xD
Ngakak ah bacanya=))

Layout nya memang bikin mata pegal, tapi setelah lewat beberapa ratus halaman, sudah terbiasa :D

moga ini jd pijakan agar fantasi lokal makin berkembang di Indonesia yang tercinta ini :>

Humhumhum

Alex B. Cruz mengatakan...

hahaha... review-nya unik mas Pur n Mba Luz... kali-kali bisa dibuat n diterbitkan jadi kumpulan riview neh. hehehehe...

seeep deh riview duetnya...

n buat mas villam "Sang Pemimpi" saluttt... terus berkarnya mas..

^ ^

Unknown mengatakan...

Oh yeah, I love this game!
(Sambil ikut-ikutan timpuk-timpukan batu.)

Buat tim Elam, aku bakal nyanyi:
You'll never walk alone....
I'm sorry goodbye....

Salam Heinz.

aninalf mengatakan...

Om Pur, Mbak Luz, untuk lain kali, kurasa tetep lebih baik (dan lebih pendek) jika reviewnya sendiri-sendiri aja.

Trims.

FA Purawan mengatakan...

@Aninalf, wakakakakakak!

It's okay, tentu saja secara default kenapa ada multi reviewer adalah supaya lebih banyak buku yag ter-review, so yg terbenar adalah tiap reviewer bikin review masing-masing, dan diusahakan jangan buku yang sama :)

We do this one, just karena spesial buat Villam, hehehe

Hope you like it, though :p

FA Pur

Luz Balthasaar mengatakan...

Ahaddeana benar-benar sama nasibnya disini dan di buku... kekurangan screen time :p

@aninalf, seperti kata Om Pur, ini maksudnya bukan sekedar repiu, tapi hadiah buat pengarangnya juga. Bentuknya begini karena:

1. Pengarang suka bola, dan

2. Karena celetukan "review duet kayak komentator bola" di forum Pulau Penulis tiba-tiba ngasih aku ide untuk bikin bentuk review jayus kayak gini, dengan joke gelo, dan ditimpalin pula gilanya sama Om Soto(y).

Kayaknya di blog ini kesintingan adalah sesuatu yang dipelihara dan dilestarikan, hehehe


Luz B

FA Purawan mengatakan...

wesss,... ada yang bisa nerjemahin bahasa kwantung ini?

vadis mengatakan...

haha, manstab.
kayaknya efeknya bakal banyak penulis fikfanindo yang bela2in ngantri untuk diterbitkan oleh adhika pustaka demi dpt perlakuan mereka yg value-added:
- cover yg world-class
- improved story from the draft
- upaya ekstra utk promosi dsb.

vadis mengatakan...

Oh, soal yg bahasa kuantung, hasil terjemahan gue cuma 1: SPAM!

FA Purawan mengatakan...

@vadis, dari spam itu, yang gue ngerti cuma yang di baris ketiga, wekekekek.

Biarlah tetap kupajang di situ, utk meremind us, betapa masih banyak urang tulul di dunia ini! :)

Salam,

princexeno mengatakan...

Review yang aneh, tapi asik, mas Pur :P

Anonim mengatakan...

@vadis
Yup betul, bakal banyak penghuni FFDN yang ngantri di adhika. Termasuk aye. Hehehe.
Abis penerbit khusus fantasi yang domisili di region jakarta dan jawa barat cuma itu doang. Sisanya di Jogja. Dan itu pun banyak yang gag jelas.

Salam Heinz.

Anonim mengatakan...

ngakak guling2 ampe berderai air mata bacanya~~

bubub

Luz Balthasaar mengatakan...

Yah, Bubub baru datang!!! XD



Luz B.